Hasil Survei Praxis Ungkap Pembangunan Ekonomi Dinilai Paling Tidak Memuaskan di Mata Publik

Jakarta— Survei Praxis mengungkapkan bahwa pembangunan ekonomi yang telah dijalankan pemerintah pusat dianggap menjadi hal yang paling tidak memuaskan bagi sebagian besar masyarakat.

Hal tersebut disampaikan Direktur of Public Affairs Praxis Sofyan Herbowo saat mengulas hasil survei terkait Persepsi dan Harapan Masyarakat terhadap Pelayanan Publik, Kualitas Pemimpin Eksekutif, Legislatif, dan Konten Media 2023, di Petogogan, Jakarta Selatan, Senin (10/4/2023).

Menurutnya, di level pemerintah pusat sebesar 65,61% responden berpandangan bahwa pembangunan ekonomi belum memuaskan, diikuti penegakan hukum 62,73% persen, serta infrastruktur dan pelayanan publik 56,62%.

“Pemerintah ngomong tentang pertumbuhan ekonomi apa? Dia ngomong neraca, surplus perdagangan, dia ngomong indikator makro. Dan ini berbeda dengan apa yang dimaknai di level masyarakat tentang pertumbuhan ekonomi. Buat masyarakat apa sih pertumbuhan ekonomi?,” ujarnya.

Jadi, lanjutnya, ada kesenjangan bahasa [pemahaman] pembangunan ekonomi yang dimaksud oleh pusat dan yang dirasakan masyarakat. Kata dia, bagi masyarakat keseluruhan, pertumbuhan ekonomi erat kaitannya soal ketersediaan lapangan kerja yang besar, harga jual barang pokok dan kebutuhan dasar yang murah, daya beli yang tinggi, serta tarif transportasi yang terjangkau.

Kemudian, di level pemerintahan daerah, sebesar 65,06% responden menilai bahwa infrastruktur dan pelayanan publik belum memuaskan, disusul pembangunan ekonomi 62,70%, sisanya penegakan hukum sebesar 60,89%.

Berdasarkan hasil survei itu, banyak dari masyarakat di daerah yang beranggapan bahwa pelaksana dinas di Pemda kurang berkinerja menyelesaikan persoalan pembangunan infrastruktur.

“Terkait dengan pemerintah daerah yang dianggap belum memuaskan untuk infrastruktur menurut kami adalah kedekatan mereka sama publiknya. Jadi kalau jalan provinsi rusak, jalan di daerah kabupaten dan daerah rusak, maka mereka berasumsi bahwa itu salahnya gubernur, bupati dan walikota karena mereka merasakan itu sehari-hari,” bebernya.

Penegakan Hukum di Mata Gen Z

Adapun, berdasarkan pengelompokan usia, Sofyan mengungkapkan bahwa sebesar 90,80% generasi (gen) Z menilai penegakan hukum tidak memuaskan. Selebihnya sebesar 85,06%  responden menyebut pembangunan ekonomi belum memuaskan, dan infrastruktur 70,50%.

Sementara, gen Y dan gen X menilai bahwa pembangunan ekonomi yang paling tidak memuaskan. Jika dirinci, sebesar 67,15% gen Y beranggapan pembangunan ekonomi tidak memuaskan, penegakan hukum 63,02%, selanjutnya infrastruktur 56,61%.  Di mata gen X, yaitu pembangunan ekonomi masih menjadi hal yang paling tidak memuaskan sebesar 49,30%, disusul penegakan hukum 46,22%, dan sisanya infrastruktur 33,33%.

“Sedangkan Gen Z yang betul-betul masih muda dan idealismenya tinggi segala macam 90% bilang penegakan hukum belum memuaskan. Orang-orang yang sudah berumur ini sudah 40 up sudah terlebur dalam sistem. Jadi sudah enggak menganggap bahwa penegakan hukum terkait korupsi dan lain-lain bukan sesuatu yang penting. Jadi sudah mulai ada toleransi terkait kebutuhan ekonomi,” pungkasnya.

Hasil survei itu menurut Sofyan dilakukan dalam rentang waktu enam hari, yakni 13-18 Maret 2023 terhadap 1.102 responden yang memiliki smartphone di 12 provinsi meliputi DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Sumatera Barat, Sulawesi Selatan, Lampung, dan Kepulauan Riau.

Disebutkan, Praxis menggunakan metode sampling proporsional multi stage random sampling dengan margin of error kurang lebih 2,5% persen. Pengelompokan usia terhadap tiga generasi tersebut, yaitu: 16-25 tahun untuk gen Z, usia 26-39 tahun gen Y, usia 40-45 tahun untuk gen X. (*) RAL

You might also like
Komentar Pembaca

Your email address will not be published.