Genjot Ekonomi, Pemerintah Dorong Hilirisasi dan Industrialisasi Sektor Manufaktur

Berdasarkan laporan UNIDO, di negara industri, rata-rata sektor manufakturnya menyetor ke PDB hanya mencapai 17 persen. Sementara Indonesia mampu menyumbang hingga 22 persen, di bawah Korea Selatan (29%), China (27%), dan Jerman (23%). Namun, Indonesia melampaui perolehan Meksiko (19%) dan Jepang (19%). Sedangkan, negara-negara dengan kontribusi sektor industrinya di bawah rata-rata 17 persen, antara lain India, Italia, Spanyol, Amerika Srikat, Rusia, Brasil, Perancis, Kanada dan Inggris.

UNIDO juga mengemukakan, Indonesia termasuk dari 4 negara Asia yang memiliki nilai tambah sektor manufakturnya tertinggi di dunia. “Jadi, kita bersama China, Jepang, dan India,” imbuh Airlangga. Nilai tambah industri nasional meningkat hingga USD34 miliar, dari tahun 2014 yang mencapai USD202,82 miliar dan saat ini menjadi USD236,69 miliar.

Dalam upaya menggenjot industrialisasi, Menperin menjelaskan, pihaknya memfasilitasi pembangunan kawasan industri terutama di luar Jawa. Langkah ini juga mendorong terwujudnya Indonesia sentris, yakni pemerataan pembangunan dan ekonomi di seluruh wilayah Indonesia.

“Seperti kawasan industri di Sei Mangkei, saat ini sudah ada industrinya dan akan dikembangkan menjadi pusat pertumbuhan industri hilir berbasis aluminium. Kemudian, kawasan industri di Dumai untuk hilirisasi CPO, serta di Morowali yang sekarang telah mampu memproduksi stainless steel dan produk turunannya,” paparnya.

Airlangga menambahkan, di tengah era revolusi industri 4.0, Indonesia sudah siap menjajaki melalui implementasi peta jalan Making Indonesia. Ini sebagai strategi dan arah yang jelas dalam meningkatkan daya saing industri nasional di kancah global. Aspirasi besarnya adalah menjadikan Indonesia masuk dalam 10 negara yang memiliki perekonomian terkuat di dunia pada tahun 2030.

“Target itu bisa tercapai, dengan didorong peningkatan produktivitas dua kali dan anggaran untuk riset sebesar dua persen,” ujarnya. Untuk itu, guna mendongkrak daya saing, Kementerian Perindustrian juga mendukung penerapan kebijakan substitusi impor dan pendalaman struktur industri.

Bahkan, Menperin memastikan, perkembangan era digital saat ini membuka peluang bagi industri kecil dan menengah (IKM). Misalnya, keberadaan e-commerce tidak akan menggeser pasar tradisional, justru keduanya saling melengkapi. “Menurut saya, terjadi new opportunity. Antara online dan offline saling mengisi, bukan membunuh,” ucapnya.

You might also like
Komentar Pembaca

Your email address will not be published.