Oleh Karnoto Mohamad, Pemimpin Redaksi Asianpost
KURSI di perusahaan-perusahaan pelat merah telah memanas. Direksi dan komisaris harus siap untuk dicopot. Yang kinerjanya oke dan mutunya terjamin saja ada yang sudah tergusur. Apalagi yang kinerjanya jeblok dan habis masa jabatannya.
Sebab, presiden terpilih Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka kini sedang sibuk mencari pos untuk orang-orang yang berjasa memenangkan keduanya dalam pemilihan presiden (pilpres) Februari lalu.
Selain kursi di kementerian, kursi pengurus badan usaha milik negara (BUMN) adalah pos-pos penting yang dilirik para relawan Prabowo Gibran.
Kendati baru akan dilantik pada Oktober, Prabowo telah memegang kekuasaan secara defacto.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) pun harus rela berbagi kekuasaan (sharing power). Pada penghujung kekuasaannya, Jokowi melakukan reshuffle kabinet untuk memberi kursi kepada orang-orang di lingkaran Prabowo pada akhir Agustus lalu.
Rosan Roeslani, eks Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran mendapatkan kursi Menteri Investasi dan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal, menggantikan Bahlil Lahadalia yang digeser menjadi Menteri Energi Sumber Daya Mineral.
Sederet elit Partai Gerindra maupun anggota TKN sudah mendapatkan jabatan. Supratman Andi Atgas yang menjadi Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Angga Raka Prabowo yang menjadi Wakil Menteri Komunikasi dan Informasi, Hasan Nasbi menjadi Kepala Komunikasi Presiden, Dadan Hindayana menjadi Kepala Badan Gizi Nasional, dan Taruna Ikrar sebagai kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan.
Dua bulan sebelumnya, Prabowo telah memasang Sudaryono, politisi Partai Gerindra dan pernah menjadi asisten pribadinya sebagai Wakil Menteri Pertanian.
Begitu pula Thomas Djiwandono, Bendahara Partai Gerindra yang juga keponakannya, menjadi Wakil Menteri Keuangan.
Bongkar pasang kursi pengurus BUMN pun sudah dimulai karena deretan panjang tim sukses pemenangan Prabowo-Gibran yang menunggu jatah kursi. Hingga awal Agustus 2024 sudah ada 20 BUMN yang melakukan pergantian direksi serta komisaris.
Misalnya di Perusahaan Listrik Negara (PLN), ada Burhanuddin Abdullah, Ketua Dewan Pakar TKN yang ditempatkan di kursi Komisaris Utama menggantikan Agus Martowardojo, sesama mantan Gubernur Bank Indonesia (BI) yang reputasinya tak pernah diragukan.
Di jajaran komisaris Pertamina, Prabowo telah memasang Simon Aloysius Mantiri dan Tjondro Kirono, keduanya merupakan tokoh penting di TKN. BUMN lain yang sudah melakukan perombakan direksi dan komisaris diantaranya Timah, MIND.ID, Hutama Karya, Perhutani, Indofartma, dan Kimia Farma.
Gelombang pergantian pengurus BUMN akan berlanjut dan sudah biasa kalau BUMN menjadi wadah untuk menempatkan orang-orang yang berjasa kepada penguasa. Tidak heran jika kinerja BUMN biasa-biasa saja. Setelah mencatat rekor laba tertinggi sebesar Rp348,74 triliun pada 2022, lalu merosot lagi menjadi Rp313,59 triliun pada 2023.
Yang lebih menyedihkan, BUMN terus bersandar kepada keuangan negara melalui suntik penanaman modal negara (PMN).
Kementerian Keuangan mencatat, selama 10 tahun dari 2014-2023, BUMN menyumbang deviden sebesar Rp452,43 triliun. Kelihatannya besar.
Namun, setelah dikurangi total PMN pada periode tersebut yang sebesar Rp401,37 triliun, maka deviden bersih yang disetor 159 BUMN kepada pemerintahan Jokowi hanya Rp51,06 triliun.
Lalu kemana BUMN akan dibawa oleh pemerintahan Prabowo Subianto ke depan? Kabar yang beredar Rosan Roeslani akan diangkat menjadi Menteri BUMN menggantikan Erick Thohir.
Namun, masa depan BUMN akan sangat tergantung kepada keinginan presiden sebagai pemimpin yang strateginya akan jalankan oleh Menteri BUMN.
Jika pendekatan Prabowo terhadap pengelolaan BUMN sama dengan Jokowi, maka peran BUMN sebagai agen pembangunan akan terus menonjolkan. Sebagai agen pembangunan, BUMN akan sarat dengan intervensi, baik dalam strategi bisnis, dalam penempatan direksi maupun komisaris, bahkan penunjukkan vendor.
Kriterinya pun bukan lagi faktor kompetensi dan integritas untuk mengisi kebutuhan bisnis dan dinamika pasar. Apalagi, banyak pengurus di BUMN yang masuk lewat jalur politik dan kekuasaan. Maka setiap rezim berganti dan ada inner circle baru, bongkar pasang direksi dan komisaris pun terjadi.
Seperti saat ini, dag dig dug melanda para direksi dan komisaris BUMN. Presiden baru. Menteri BUMN baru. Siapa boss-boss BUMN yang bakal digusur? Seperti apa kinerja 159 perusahaan pelat merah menurut hasil Rating BUMN versi Asianpost 2024? Baca selengkapnya di Majalah Infobank Nomor 557 September 2024.