Jakarta — Setelah Serikat Pekerja (SP) PT Pegadaian (Persero) menyatakan sikap menolak rencana Kementerian BUMN membentuk holding BUMN ultra mikro, kini giliran aktivis mulai melakukan aksi serupa.
Aksi penolakan yang dimotori oleh kelompok Aliansi Rakyat Peduli BUMN ini melakukan aksi penolakan dengan menebar 1.000 spanduk di Jabodetabek.
Mereka menilai, rencana holding BUMN ultra mikro dengan menggabungkan Pegadaian dan PNM ke BRI disinyalir akan mengabaikan nasib rakyat kecil yang selama ini terbantu dengan kehadiran Pegadaian.
Koordinator Aliansi Rakyat Peduli BUMN, Jati Pramestianto, mengungkapkan, selain memasang spanduk, mereka juga akan mengajak kaum buruh, aktivis, dan mahasiswa untuk bergabung dalam aksi ini.
Jati menyesalkan rencana holding BRI dan Pegadaian karena keduanya adalah entitas bisnis yang berbeda. Menurutnya, ini sama saja dengan privatisasi saham kedua BUMN yang selama ini bersentuhan dengan usaha mikro dan melayani kebutuhan dana rakyat kecil tersebut.
“Ini sama saja dengan privatisasi terselubung terhadap Pegadaian, meskipun kepemilikan saham oleh negara di BRI dominan. Saya khawatir hal itu akan mengubah fokus bidang usaha BUMN pembiayaan usaha mikro tersebut,” ujar Jati dalam keterangan pers yang diterima The Asian Post, Kamis, 11 Maret 2021.
Menurut Jati, selama ini Pegadaian memiliki peranan penting dalam mendukung ekonomi kerakyatan, lantaran turut melayani masyarakat yang tidak bisa dilayani bank. Pegadaian juga berperan penting dalam membantu mencegah masyarakat terhindar dari jeratan rentenir.
“Rakyat yang selama ini terbantu dengan Pegadaian khawatir nantinya akan ada frame bisnis yang berubah,” tegas Ketua Yayasan Jurnalis Blogger dan Penulis Indonesia itu.
Selama ini, kata Jati, performa dan kinerja Pegadaian sangat baik. Tidak ada alasan untuk menggabungkan dengan BRI.
Semestinya, lanjut dia, holding BUMN ultra mikro itu fokus pada upaya memperbesar kredit atau bantuan modal bagi usaha mikronya. Bagaimana UMKM yang selama ini kesulitan mengakses permodalan dibantu dan dibimbing, termasuk usaha pertanian dan nelayan yang selama ini BRI saja kesulitan menyentuh mereka.
“Ini kok malah mendahulukan privatisasi sahamnya, ketimbang fokus pada upaya permodalan UMKM, ” papar aktivis Front Pemuda Marhaen ini.
Jati mengungkapkan, Pegadaian sejak didirikan membawa misi khusus, yaitu memerangi praktik ijon, rentenir, dan lintah darat, serta fokus pada masyarakat menengah ke bawah, tidak hanya ultra mikro saja.
Sehingga, kurang tepat jika Pegadaian digabungkan ke dalam holding ultra mikro, karena nasabah yang mereka pegang tidak terbatas hanya pada ultra mikro saja, dan persentase nasabah ultra mikro di Pegadaian cukup kecil.
Selain itu, lanjut dia, pola kredit gadai juga berbeda dengan kredit mikro yang diberikan oleh perbankan. Kredit gadai, hanya sebagai jembatan dari kebutuhan mendesak masyarakat.
“Karakter kredit gadai, sangat berbeda jauh dengan kredit mikro atau perbankan. Karena sifatnya bridging, untuk keperluan mendesak,” tutupnya. (*)