Sosok Tiga Serangkai, Tokoh Guru & UU Usaha Bersama di Tengah Nasib Penyehatan AJB Bumiputera 1912
Oleh Diding S. Anwar, Ketua Bidang Penjaminan Kredit UMKM & Koperasi RGC FIA UI
“Guru tetaplah Guru yang tidak dapat dibandingkan dengan profesi lainnya, karena telah melekat gelar sebagai Pahlawan Tanpa Tanda Jasa”
Jakarta— Pembangunan nasional dalam bidang pendidikan merupakan upaya bersama untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas manusia untuk menjadi sosok yang beriman, bertakwa dan berakhlak mulia.
Kualitas yang dibangun di dalam diri manusia itu diharapkan mampu menguasai ilmu pengetahuan, teknologi untuk menuju masyarakat yang maju, adil, makmur dan beradab.
Jadi peran guru, orang tua, maupun pemimpin, tidak tergantikan dengan robot sekalipun, baik dalam pembangunan nasional bangsa dalam melahirkan generasi yang berkualitas untuk masa depan yang lebih baik.
Pengabdian dan jasa para guru diperingati bersamaan dengan HUT Persatuan Guru Republin Indonesia (PGRI) yang terbentuk pada 25 November 1945 atau 100 hari setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia.
Sebelum PGRI, perkumpulan ini bernama Persatoean Goeroe Goeroe Hindia Belanda (PGHB) yang didirikan pada 1912. Kemudian pada 1932, nama PGHB diubah menjadi Persatuan Guru Indonesia (PGI).
Selanjutnya, kongres pertama PGI mengesahkan terbentuknya PGRI pada 24-25 November 1945 di Surakarta, Jawa Tengah. Sebagai bentuk penghormatan pada para guru, pemerintah menetapkan hari lahir PGRI sebagai Hari Guru Nasional.
Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera (AJB Bumiputra) 1912 didirikan sebagai bentuk keprihatinan “Tiga Serangkai Tokoh Guru” atas nasib para guru pribumi. M. Ng. Dwidjosewojo, MKH Soebroto dan M Adimidjojo merupakan dua tokoh founding fathers kelahiran perusahaan tersebut.
Diketahui, AJB Bumiputera dibangun empat tahun setelah Kebangkitan Nasional pada 1908. Perusahaan ini menjadi alat perjuangan bangsa di tengah perjuangan menghadapi penjajah.
Dwijosewojo yang berprofesi sebagai guru dan sekretaris PGHB, juga ikut mendirikan Boedi Oetomo dan menjabat sebagai Sekretaris Pengurus Besar Boedi Oetomo. Dia adalah tokoh guru yang disegani pribumi dan dihormati Hindia Belanda.
Didorong oleh keprihatian yang mendalam terhadap nasib para guru bumiputera, Adimidjojo dan Soebroto bersama Dwidjosewojo menemukan fakta bahwa sistem proteksi asuransi sudah dijalankan dalam sistem gotong royong yang berlaku di masyarakat pribumi.
Gagasan itu diungkapkan dalam Kongres Boedi Oetomo yang digelar pada 1910. Kemudian gagasan tersebut secara aklamasi diterima, tetapi tertunda dan belum bisa langsung terlaksana.
Tidak menyerah, Dwidjosewojo melontarkan lagi buah pikirannya pada Kongres PGHB pada 12 Februari 1912 di Magelang. Kali ini gagasannya juga diterima secara aklamasi, tanpa penundaan. Jadi pendiri AJB Bumiputera 1912 sejak awal taat dan tertib dalam mengambil keputusan strategis melalui mekanisme kongres.
Badan usaha segera dibentuk dengan nama Onderlinge Levenszekering Maatschappij PGHB (OLMIJ PGHB). Organisasi ini menjadi cikal bakal AJB Bumiputera 1912 di mana saat itu peletakan batu pertama oleh perusahaan asuransi di Bumi Nusantara.
AJB Bumiputera 1912 mulai berjalan tanpa adanya modal awal. Perusahaan asuransi ini berbentuk onderling atau usaha bersama. Perusahaan didirikan tanpa harus menyediakan modal terlebih dahulu. Perusahaan ini hanya mengutamakan pembayaran premi sebagai modal kerjanya dan pengurusnya tidak mendapatkan honorarium. Jadi, mereka bekerja secara sukarela.
Pada Oktober 1913, OLMIJ PGHB mendapatkan subsidi dari Pemerintah Hindia Belanda sebesar 300 gulden setiap bulannya selama 10 tahun.
Kini, saat usianya yang ke 110 tahun, AJB Bumiputera 1912 mengalami ‘sakit keras di ICU’. Semoga dokter spesialis menemukan resep obat yang mujarab dan melakukan tindakan yang tepat, sehingga harapan pemegang polis yang menginginkan AJB Bumiputera 1912 bisa bangkit kembali dapat terpenuhi.
Masih adakah tanda tanda kehidupan Bumiputera 1912?
Kita memahami jeritan yang memilukan dari pemegang polis asuransi. Kejadian yang terjadi di tubuh AJB Bumiputera saat ini akan membuat kesedihan tiga guru pendiri dan pendahulu.
Dalam kondisi sangat genting (SOS) ini, kita berharap penuh political will dari Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma’ruf Amin. Demikian juga dengan DPR dan pemerintah yang dapat merealisasikan Undang-undang (UU) tentang Usaha Bersama sebagai payung hukum yg dikukuhkan dua kali oleh putusan Mahkamah Konstitusi (MK) untuk membuat UU Usaha bersama.
Saat ini sampai batas waktu putusan MK pada 13 Januari 2023 payung hukum AJB Bumiputera 1912 mana yang akan digunakan? Apakah PP No 87 Tahun 2019 atau AD Tahun 2011 No. 15 yang dirasa keluar rel Usaha Bersama?.
Jika sampai batas waktu tersebut UU Usaha Bersama dan Perppu UBER tidak juga terbit, maka payung hukum konstitusi mana yang harus dipedomani? Hal ini menjadi pertanyaan bagi kita semua.
Kini, pemerintah bersama DPR telah merancang aturan RUU tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (RUU P2SK). RUU ini merupakan inisiatif DPR. Di dalamnya telah masuk kluster Usaha Bersama AJB Bumiputera 1912 dan koperasi.
Sebagaimana diketaui, satu-satunya perusahaan asuransi berbentuk usaha bersama yang telah ada pada saat UU perasuransian diundangkan ialah AJB Bumiputera 1912.
Berdasarkan Pasal 6 ayat 1 UU No.40/2014 tentang Perasuransian, perusahaan asuransi berbentuk badan hukum usaha bersama yang diakui adalah usaha bersama yang telah ada pada saat UU Perasuransian diundangkan. Perusahaan asuransi tersebut adalah AJB Bumiputera yang menyelenggarakan asuransi jiwa konvensional.
RUU P2SK ini diharapkan menjadi UU dan pedoman dalam pengaturan pelaksanaannya, termasuk bab mengenai Asuransi Usaha Bersama. RUU P2SK tersebut kini sudah ditangan pemerintah. Tentunya, hal ini harus kita dukung sehingga sejalan dengan Putusan MK terkait Pembuatan UU Perusahaan Asuransi Berbentuk Usaha Bersama.
Sebagai bahan pertimbangan, beberapa masukan untuk saat ini dan ke depan antara lain, yakni penanganan kerugian usaha bersama, restrukturisasi usaha bersama, sanksi administrasi dan sanksi pidana.’
Kerugian yang terjadi di tubuh AJB Bumiputera 1912 selama ini belum pernah diungkap, baik perihal waktu kejadian dan penyebabnya. Hal itulah yang membuat pemegang polis sebagai pemilik merasa perusahaan tidak pernah transparan memeroleh informasi pengelolaan usaha yang dijalankan organ perusahaan.
Oleh karena itu, sebaiknya OJK bersama aparat penegak hukum membentuk tim gabungan untuk mengusut tuntas kerugian yang terjadi di AJB Bumiputera 1912. Ini dilakukan sebagai tahapan awal, sebelum memutuskan penanganan kerugian AJB Bumiputera 1912. Nantinya, akan tidak adil jika pemegang polis harus menanggung kerugian tanpa mengetahui sebab musabab masalah tersebut.
Penyelamatan AJB Bumiputera 1912 Perlu Diambil Alih Negara
Memperhatikan perjalanan panjang dan kontribusi besar perusahaan terhadap perjuangan dan pembangunan ekonomi nasional, kiranya, kelangsungan AJB Bumiputera 1912 dapat diambil alih oleh pemerintah. Tidak lain, keputusan ini tentu sebagai bentuk penghargaan dan kepedulian atas legacy usaha bersama dari leluhur bangsa.
Diambil alihnya AJB Bumiputera 1912 oleh negara cukup memiliki alasan yang kuat. Pemerintah dinilai memiliki kemampuan yang kuat untuk turut campur menyelamatkan aset perusahaan sekelas AJB Bumiputera 1912, sebagaimana yang pernah dilakukan oleh pemerintah Amerika Serikat dalam melakukan bailout American International Group (AIG). (*)
Editor: Ranu Arasyki