Sialan! Ternyata Begini Pola Korupsi Hakim-Hakim di Pengadilan
Jakarta— Penangkapan Ketua Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan (Jaksel), Muhammad Arif Nuryanta, oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) pada Sabtu, 12 April 2025, menguak pola korupsi para hakim di PN.
Dalam kasus ini, selain menangkap Arif Nuryanta, Kejagung juga menangkap tiga hakim, yakni adalah Agam Syarif Baharudin, Ali Muhtarom, dan Djuyamto, serta Wahyu Gunawan (Panitera Muda Perdata pada PN Jakarta Utara), dan dua advokat yakni Marceila Santoso dan Aryanto.
Menurut temuan Indonesia Police Watch (IPW), Kejagung berhasil membongkar kasus ini dengan memantau komunikasi para pihak yang berperkara.
Salah satunya melalui penyadapan terhadap jalur komunikasi pihak-pihak yang berperkara, seperti melalui komunikasi panitera atau pihak ketiga.
Mereka ternyata bekerja sama dalam satu tim. Ada salah satu pelaku yang berperan sebagai “penjaga pintu” alias gate keeper.
Orang ini menjadi penyimpan dari uang-uang haram. Pada kasus-kasus korupsi yang banyak ditemukan di Amerika Serikat, selalu ada satu sosok yang disebut sebagai gate keeper tersebut.
IPW mencontohkan modus korupsi dalam kasus Zarof Ricar yang berperan sebagai gate keeper.
Uang Rp915 Miliar yang disita Kejagung dalam kasus ini adalah uang yang digunakan untuk mengamankan hakim-hakim lain yang akan bersidang.
“Hal ini merujuk pada dakwaan yang diajukan jaksa kepada Zarof yaitu terkait gratifikasi pada dakwaan kedua bukan suap menyuap,” ujar Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso dalam rilis yang diterima The Asian Post, Senin (14/4).
Sementara, dalam kasus dugaan suap Ketua PN Jaksel, yang melibatkan enam hakim dan pengacara, bersumber dari kasus Ronald Tannur di PN Surabaya.
Pada 24 Juli 2024, hakim memutus bebas terdakwa Ronald Tannur dalam kasus tewasnya Dini Sera.
Majelis hakim yang mengadili Ronald Tannur ini diketuai oleh Erintuah Damanik dengan hakim anggota Mangapul dan Heru Hanindyo.
Mereka menyatakan Ronald Tannur tidak terbukti melakukan pembunuhan ataupun penganiayaan sebagaimana yang diuraikan jaksa dalam dakwaannya.
Kejanggalan putusan ini membuat kejaksaan menelisik benang merahnya selama tiga bulan.
Melalui bukti yang cukup kuat, akhirnya pada 23 Oktober 2024, tiga hakim pemutus perkara Ronald Tannur ditangkap bersama seorang pengacaranya, Lisa.
“Dari penanganan terhadap hakim dalam dugaan vonis bebas tersebut kemudian berkembang menangkap Rudi Suparmono, mantan Ketua PN Surabaya,” ujar Sugeng.
Dari kasus di PN Surabaya itulah, Kejagung mencium aroma yang sama dalam putusan penanganan perkara vonis bebas tiga korporasi, yakni PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group, di PN Jakpus.
“Dalam kasus tersebut, Djuyamto sebagai hakim ketua dengan anggota hakim Agam Syarif Baharudin dan Ali Muhtarom, bersama Wahyu Gunawan selaku Panitera Muda Perdata pada PN Jakarta Utara, dan dua advokat yakni Marceila Santoso dan Aryanto,” papar Sugeng.
Diduga, ada aliran uang senilai Rp 60 Miliar yang mengalir ke Arif Nuryanta, dalam kasus korupsi pemberian fasilitas ekspor CPO dan turunannya pada industri kelapa sawit pada Januari-April 2022 yang ditangani PN Jakpus dan diputus bebas pada 17 Maret 2025. (DW)