Saksi Kasus ASDP: Menguntungkan Negara Kok Ditersangkakan Korupsi

Jakarta– Ada yang aneh dari kasus tudingan korupsi dalam pembelian PT Jembatan Nusantara (JN) oleh PT ASDP Ferry Indonesia (ASDP): negara diuntungkan Rp820 miliar tapi direksi ASDP dijadikan tersangka!

Hal itu terungkap dari penuturan saksi yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU), yakni Muhammad Syarif, Kepala KJPP (Kantor Jasa Penilai Publik) MBPRU, dalam sidang lanjutan kasus akuisisi JN oleh ASDP, Kamis (21/8) malam.

Menurut Syarif, sedikitnya negara untung Rp820 miliar dari akuisisi ASDP terhadap JN. ”Ya benar, PT ASDP membeli 40 persen lebih murah dari valuasi PT JN yang dihitung oleh KJPP MBPRU,” kata Syarif.

Hal itu disampaikan Syarif saat ditanya oleh mantan Direktur Utama ASDP Ira Puspadewi soal valuasi JN.

Menurut Syarif, berdasarkan hitungan kantornya, KJPP MBPRU, valuasi JN adalah Rp2,09 triliun.

Tapi, ASDP berhasil melakukan akuisisi perusahaan yang punya rute-rute gemuk Merak – Bakauheni itu senilai Rp1,27 triliun, atau hemat 40 persen.

Sebelumnya, JPU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuduh 3 mantan direksi ASDP merugikan negara senilai Rp1.253.431.651.169.

Angka kerugian ini dihitung sendiri oleh tim KPK, bukan oleh tim independen.

Tiga direksi yang dituduh merugikan negara itu adalah mantan Direktur Utama ASDP Ira Puspadewi, mantan Direktur Komersial dan Pelayanan ASDP Yusuf Hadi, serta mantan Direktur Perencanaan dan Pengembangan ASDP Harry Muhammad Adhi Caksono.

Tudingan itu dinilai janggal oleh pengacara tiga mantan direksi ASDP, Soesilo Wibowo. Kalau memakai hitungan KPK itu, negara rugi Rp1,25 triliun, sementara nilai akuisisi Rp1,27 triliun.

Maka, nilai perusahaan JN yang punya 53 kapal, trayek gemuk, dan SDM andal hanya dinilai Rp17 miliar. Syarif juga menjelaskan bahwa akuisisi Rp1,27 triliun itu bukan hanya untuk beli kapal saja.

“Ya ini beli satu paket, saham perusahaannya, 53 kapalnya, trayek trayek yang dimiliki dan seluruh aset lainnya,” ujar Syarif lagi.

Bahkan, dia membenarkan bahwa setelah akuisisi itu terjadi, maka “Seluruh pendapatan yang didapatkan PT JN otomatis masuk ke dalam keuangan PT ASDP.”

Seperti diketahui dalam sebulan rata-rata pendapatan JN dari mengoperasikan kapal-kapalnya itu sekitar Rp50 miliar per bulan atau sekitar Rp600 miliar per tahun.

Dalam sidang lanjutan kasus ASDP ini, JPU menghadirkan empat saksi.

Satu saksi dari KJPP MBPRU, Muhammad Syarif yang menghitung valuasi aset JN, satu saksi dari Pricewaterhouse Cooper konsultan pajak.

Satu saksi dari Deloitte konsultan keuangan ASDP, dan satu lagi konsultan hukum.

Saat ditanya apakah ada upaya pengkondisian kepada para konsultan agar memuluskan akuisisi, keempat-empatnya menjawab bahwa mereka semua bertindak profesional dan tidak ada pengkondisian.

“Tidak ada (pengkondisian itu agar akuisisi mulu). Pekerjaan saya sebagai lawyer adalah membuat perjanjian sesuai dengan kesepakatan dua pihak,” kata Cahyadi, konsultan hukum.

Sementara itu, mantan Direktur ASDP Yusuf Hadi menambahkan, akuisisi JN itu menguntungkan. Bukan saja karena harganya lebih murah dari valuasi KJPP.

Tapi, ASDP juga mendapatkan 53 kapal beserta lintasan yang sudah beroperasi dan disetujui oleh Kementerian Perhubungan.

“Dalam bisnis pelayaran, salah satu yang mahal dan sulit didapat adalah izin lintasan dan ini sesuai dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 104 tahun 2017,” ujarnya. (DW)

You might also like
Komentar Pembaca

Your email address will not be published.