Aceh Lempar Handuk, Resmi Minta Bantuan UNDP dan UNICEF

ACEH akhirnya secara resmi berkirim surat ke UNDP dan Unicef, Minggu (14/12). Minta bantuan kemanusiaan penanganan pasca-banjir ke dua lembaga PBB itu.

Mualem (Gubernur Aceh Muzakir Manaf) berkirim surat selang 2 hari setelah kedatangan Presiden Prabowo Subianto ke Aceh.

Ini bukan sekadar surat biasa. Ini proklamasi Aceh: Kami, rakyat Aceh, dengan ini menyatakan membutuhkan bantuan dunia luar, karena negara kami tak hadir di sini!

Lho, Presiden kan baru saja datang ke sana? Tapak sepatunya juga belum kering. Kok dibilang negara tidak hadir?

Justru kehadiran Presiden ke Aceh yang meneguhkan Mualem untuk segera memproklamirkan diri. Gesture Presiden tak sesuai harapan masyarakat Aceh.

Presiden dinilai tak melihat bencana di Aceh sebagai kondisi darurat yang membutuhkan penanganan cepat dan tepat.

Kunjungan Presiden dinilai hanya sebatas kunjungan silaturahmi.

Kesimpulan ini dikuatkan dengan pernyataan Presiden yang mengaku banyak mendapat telepon empati dari negara luar.

Namun, alih-alih menerima tawaran bantuan dari mereka, Presiden justru menampik halus: Kami masih sanggup menangani sendiri.

Andai Presiden mendapat informasi utuh terkait kondisi lapangan dan proses penanganan korban terdampak “banjir kayu gelondongan” itu mungkin dia tak sepede itu mengatakan “Kami masih sanggup”.

Laporan Menteri ESDM Bahlil Lahadalia, misalnya. Dia dengan penuh percaya diri mengklaim 93% listrik di Aceh sudah menyala kembali pasca-banjir. Realita di lapangan, jauh panggang dari api.

Jakarta (pemerintah pusat) masih bicara soal prosedural penanganan bencana, status bencana, hingga legalitas bantuan asing (baik negara, lembaga, maupun perorangan) bagi korban.

Sementara, fakta di lapangan: Aceh masih gelap gulita, jalan-jalan masih dipenuhi lumpur tebal, beberapa titik bencana terisolasi, korban meninggal masih terus bertambah.

Dan, mereka, para korban di wilayah terisolasi, masih kelaparan.

Pak Presiden, ini bukan sekadar permintaan bantuan ke donatur asing. Ini adalah teriakan warga yang hak dasarnya belum bisa oleh negara yang Anda pimpin.

Proklamasi Aceh adalah tamparan. Tamparan keras bagi Republik ini. (*) Darto Wiryosukarto

You might also like
Komentar Pembaca

Your email address will not be published.