PLTN SMR, Pemberdaya ke Kemandirian Energi dan Bahan Kimia Berkelanjutan

Oleh Yazid Bindar, Guru Besar Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Bandung.

Di tengah tekanan global untuk beralih dari energi fosil menuju sumber energi bersih, kehadiran Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) berjenis Small Modular Reactor (SMR) memberi harapan besar, khususnya bagi negara berkembang seperti Indonesia.

Dengan kapasitas sekitar 300 MWe, SMR tidak hanya mampu menyediakan listrik untuk kebutuhan domestik, tetapi juga membuka peluang integrasi dengan industri kimia strategis melalui pemanfaatan energi secara efisien dan bersih.

Energi listrik yang dihasilkan SMR dapat digunakan untuk memproduksi gas hidrogen (H₂) secara elektrolisis dari air. Selain itu, sebagian energi juga bisa dialokasikan untuk memisahkan gas nitrogen (N₂) dan oksigen (O₂) dari udara menggunakan teknologi pemisahan kriogenik atau adsorpsi tekanan.

Ini berarti SMR mampu menciptakan pasokan mandiri terhadap gas-gas utama industri kimia, yang selama ini sangat tergantung pada hasil samping industri fosil.

Dari Hidrogen Menuju Ammonia dan Metanol

Gas hidrogen yang dihasilkan dari elektrolisis air dapat langsung direaksikan dengan nitrogen murni membentuk amonia (NH₃) melalui proses Haber-Bosch yang telah dikenal luas.

Amonia ini bukan hanya sebagai pupuk utama bagi sektor pertanian, tetapi juga sebagai kandidat bahan bakar bebas karbon masa depan. Dengan dukungan pasokan energi yang stabil dan bersih dari SMR, produksi amonia menjadi jauh lebih ramah lingkungan dibanding proses konvensional yang mengandalkan gas alam.

Selain itu, hidrogen juga dapat direaksikan dengan gas karbon dioksida (CO₂), yang dapat berasal dari tangkapan emisi industri atau hasil proses lainnya, untuk memproduksi metanol (CH₃OH).

Proses ini dikenal sebagai salah satu strategi pemanfaatan CO₂ yang menjanjikan dalam konteks ekonomi sirkular dan mitigasi perubahan iklim. Dengan demikian, SMR membuka jalur produksi bahan kimia seperti amonia dan metanol yang sebelumnya hanya mungkin dilakukan secara tidak berkelanjutan.

Metanol sebagai Jembatan ke Bahan Bakar dan Produk Kimia Lainnya

Metanol yang telah terbentuk dapat menjadi bahan antara untuk produksi hidrokarbon olefin, seperti etilena dan propilena, melalui reaksi dehidrasi bertingkat. Olefin merupakan bahan baku penting dalam industri petrokimia, digunakan untuk memproduksi berbagai produk plastik, pelarut, serta bahan kimia lainnya.

Artinya, SMR tidak hanya menggantikan peran kilang minyak, tetapi juga berpotensi menjadi tulang punggung industri kimia masa depan yang berbasis non-fosil.

Melalui rute kimiawi ini, metanol bisa diubah lebih lanjut menjadi bahan bakar cair seperti bensin sintetis atau synthetic diesel melalui proses Methanol-to-Gasoline (MTG). Proses ini menutup siklus energi dengan memberikan alternatif bahan bakar kendaraan dari sumber energi non-fosil. Dengan begitu, transformasi energi dari listrik nuklir ke bahan bakar transportasi menjadi kenyataan yang dapat dijangkau.

Gasifikasi Biomassa dengan Oksigen Murni untuk Produksi Gas Sintesis Berbasis Terbarukan

Tidak berhenti di situ, PLTN SMR juga dapat mendukung proses gasifikasi biomassa. Dengan menggunakan oksigen murni hasil pemisahan udara, biomassa diubah menjadi gas sintesis, yakni campuran gas karbon monoksida (CO) dan hidrogen (H₂).

Proses ini memperkuat posisi biomassa sebagai sumber daya terbarukan yang bisa dikonversi menjadi bahan kimia penting secara efisien.

Gas sintesis hasil gasifikasi biomassa ini bisa langsung digunakan untuk memproduksi metanol, menambah diversifikasi sumber produksi metanol dari tidak hanya CO₂ dan H₂, tapi juga dari biomassa.

Selanjutnya, proses Water-Gas Shift Reaction memungkinkan penyesuaian rasio CO dan H₂ agar dapat memenuhi kebutuhan spesifik proses lanjutan. Dari reaksi ini pula dihasilkan CO₂ dan H₂ tambahan, yang kemudian dapat dipisahkan menjadi aliran murni masing-masing gas.

Industri Pupuk Berbasis Ammonia dan Urea Non-Fosil

Salah satu bentuk pemanfaatan CO₂ yang strategis adalah dengan mereaksikannya bersama amonia untuk membentuk pupuk urea (NH₂CONH₂). Dengan ketersediaan amonia dari reaksi H₂ dan N₂ serta pasokan CO₂ dari berbagai jalur proses kimia sebelumnya, produksi urea dapat dilakukan tanpa ketergantungan pada gas alam.

Dengan demikian, PLTN SMR berperan penting dalam mendukung kemandirian pangan melalui produksi pupuk yang ramah lingkungan. Industri pupuk konvensional adalah salah satu penyumbang emisi karbon terbesar, dan dengan model ini, emisi tersebut bisa ditekan drastis.

Ini adalah contoh nyata bagaimana transisi energi bukan hanya soal listrik, tetapi juga ketahanan pangan dan penguatan industri dalam negeri.

Ekosistem Kimia Hijau Berbasis Nuklir Pijakan Masa Depan

Model industri kimia terintegrasi berbasis PLTN SMR seperti ini menciptakan ekosistem produksi yang bersih, terbarukan, dan rendah emisi karbon. Berbagai bahan kimia vital seperti hidrogen, metanol, amonia, urea, olefin, dan bahkan bahan bakar sintetis dapat dihasilkan tanpa jejak fosil.

Dengan kata lain, SMR bukan hanya penyedia listrik, tetapi juga fondasi bagi transformasi besar industri kimia dan energi nasional.

Dalam konteks ketahanan energi dan kemandirian industri, model ini memberikan arah baru. Terutama bagi negara seperti Indonesia yang memiliki potensi biomassa tinggi, kebutuhan pupuk besar, serta urgensi dekarbonisasi sektor energi dan industri. PLTN SMR adalah solusi jangka panjang yang menyatukan kebutuhan energi, pangan, dan bahan kimia dalam satu ekosistem berkelanjutan.

Dari Energi Nuklir ke Kedaulatan Industri

Kita tidak lagi bisa bergantung pada energi fosil yang fluktuatif dan merusak iklim. Di saat dunia menuju era transisi energi, Indonesia perlu bersiap dengan strategi yang berpijak pada kekuatan teknologi dan sumber daya yang stabil.

SMR adalah jawaban atas kebutuhan tersebut, tidak hanya sebagai sumber listrik, tetapi juga pengungkit ekonomi berbasis teknologi tinggi.

Kini waktunya Indonesia membangun industri berbasis nuklir secara progresif dan aman. Dengan teknologi yang telah matang dan semakin ekonomis, SMR bisa menjadi tulang punggung transformasi industri nasional yang berkelanjutan. Jika digarap serius, model ini dapat mengantarkan Indonesia pada kemandirian industri, energi, dan pangan yang sesungguhnya.

You might also like
Komentar Pembaca

Your email address will not be published.