Pak Perry, Jangan Mau Mundur Soal QRIS & GPN, Berani Ndak You Sama Trump?
Jakarta — Gubernur Bank Indonesia (BI) Dr. Perry Warjiyo sebaiknya jangan mundur soal QRIS dan GPN, meski Presiden AS Donald Trump minta itu sebagai salah satu syarat negosiasi tarif impor AS – Indonesia.
“Trump terlalu campur tangan urusan dalam negeri Indonesia. Saran saya, sebaiknya Pak Pery jangan mau mundur untuk mempertahankan QRIS dan GPN,” ujar Direktur Eksekutif Center for Economic and Democracy Studies (CEDeS), Zaenul Ula, kepada The Asian Post, Sabtu (19/4).
Penggunaan Quick Response Indonesian Standard (QRIS) dan Gerbang Pembayaran Nasional (GPN), menurut Zaenul, adalah mutlak hak Indonesia sebagai negara berdaulat. Dalam kerangka negosiasi tarif impor, AS mestinya harus tetap menghormati negara lain.
Apalagi, lanjut dia, secara ekonomi, penggunaan QRIS dan GPN sangat memudahkan dan menguntungkan masyarakat dan negara Indonesia. Dengan QRIS dan GPN, konsumen bisa melakukan transaksi perbankan lebih praktis dan murah.
“Negara juga diuntungkan dan bisa memantau langsung sistem dan transaksi pembayaran di dalam negeri dengan adanya GPN. Tidak seperti saat masih memakai Visa dan Mastercard,” ujarnya.
Makanya, kata dia, menjadi aneh ketika QRIS dan GPN menjadi menjadi keberatan AS dalam negosiasi tarif impor. “Saya curiga, syarat ini titipan Visa dan Mastercard karena bisnisnya tergerus di Indonesia,” tegasnya.
Untuk itu, Zaenul menyarankan Gubernur BI Pery Warjiyo jangan mau mundur jika QRIS dan GPN menjadi syarat negosiasi. “Berani ndak Pak Pery menghadapi arogansi Trump,” tutupnya.
Seperti diketahui, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto (tengah) bersama Wakil Menteri Keuangan Thomas Djiwandono (kiri) dan Wakil Ketua Dewan Ekonomi Nasional Mari Elka Pangestu (kanan) menyampaikan perkembangan hasil pertemuan dengan US Trade Representative (USTR) dan US Secretary of Commerce terkait tarif Trump, dalam konferensi pers pada Jumat (18/4) lalu.
Dalam pertemuan tersebut, USTR menyoroti pemakaian QRIS dan pembentukan GPN. Hal tersebut tercantum dalam National Trade Estimate (NTE) Report on Foreign Trade Barriers 2025, yang terbit pada akhir Maret. Hanya beberapa hari sebelum Trump mengumumkan tarif resiprokal. DW