Dalam Pengawasan Khusus OJK, Ini Langkah Penyehatan Nasional-Re
Bersih-bersih di industri asuransi belum berakhir. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengeluarkan sinyal peringatan kepada beberapa perusahaan asuransi yang kondisinya rentan dan harus segera disehatkan. Ogi Prastomiyono, Kepala Eksekutif Pengawasan Perasuransian, Penjaminan, Dan Dana Pensiun (OJK), mengungkapkan terdapat 6 perusahaan asuransi dan reasuransi yang telah masuk dalam pengawasan khusus.
“Kami terus melakukan berbagai upaya mendorong penyelenggaraan permasalahan pada lembaga jasa keuangan melalui pengawasan khusus,” ujar Ogi dalam Konferensi Pers Hasil Rapat Dewan Komisioner Bulanan Juni 2025, Selasa (8/7).
OJK tidak menyebut nama 6 perusahaan asuransi dan reasuransi yang masuk dalam pengawasan khusus. Namun, menurut Biro Riset Infobank dalam Kajian Rating 117 Asuransi 2025, terdapat beberapa perusahaan asuransi yang ekuitasnya minus bahkan beberapa tidak diketahui kondisi keuangan. Salah satunya adalah Nasional Reasuransi (NasRe), perusahaan pelat merah yang dimiliki Indonesia Financial Holding (IFG) melalui Askrindo.
Dengan solvabilitas minus Rp2,84 triliun dan menelan kerugian hingga Rp1,4 triliun tahun lalu, NasRe menjadi perusahaan yang harus segera disehatkan. Toto Pranoto, Komisaris Utama Nasional Reasuransi Nasional Indonesia, mengkonfirmasi mengenai kondisi perusahaan reasuransi tersebut.
“Kami sedang proses restrukturisasi, sesuai rencana penyehatan yang diminta OJK. Ada beberapa opsi, termasuk penambahan modal. Kami berupaya soal ini, termasuk dengan IFG sebagai ultimate shareholders,” ujarnya seperti dikutip Majalah Infobank Nomor 567 Juli 2025.
Fankar Umran, Direktur Utama Askrindo yang menguasai langsung hampir semua saham NasRe mengatakan, bahwa OJK telah meminta pemegang saham untuk menginjeksi modal NasRe yang ekuititas minus Rp2 triliun.

“OJK sudah meminta supaya Askrindo berikan modal. Tapi suntikan modal berapa? Rp2 triliun saja tidak cukup. Karena itu hanya untuk menutup menjadi nol, hanya untuk tidak sakit, bukan buat untuk bertarung, kalau dipukul masih jatuh tidak punya tenaga,” ujarnya kepada Infobanknews.com (2/7).
Fankar menambahkan, sebagai pemegang 99,99 persen saham NasRe, Askrindo juga tidak bisa begitu saja menginjeksi modal ke perusahaan reasuransi tersebut. “Sangat mustahil-lah kalau Askrindo sendiri yang menyelesaikan masalah itu. Modal yang ada di Askrindo ini kan modal negara dan kalau mau lempar ke situ harus lewat yang punya uang kan, nggak bisa Askrindo putuskan sendiri, sementara kami sendiri masih berbenah,” imbuh Fankar yang memimpin Akrindo sejak 2023.
Menurutnya, prospek bisnis reasuransi di Indonesia sesungguhnya sangat bagus. Kinerja NasRe terkoreksi karena langkah konservatif untuk memperkuat pencadangan yang pada masa sebelumnya yang benar-benar tidak dilakukan dan tidak mencatat seluruh kewajiban untuk mengantisipasi klaim yang bisa tiba-tiba terjadi.
“Sehingga kondisi sekarang dengan improvement yang sudah begitu bagus, bahkan kuartal satu 2025 sudah mencetak laba Rp200 miliar meskipun bisnisnya banyak dari IFG. Tapi persoalan utamanya adalah kekurangan modal. Karena untuk bisa hidup dan mendapatkan bisnis kan harus sehat, klien mau kasih bisnis pun meminta sehat dulu dong. Sementara kalau mau sehat harus injek modal,” jelas Fankar. KM