BPD Rawan Diintervensi Politik, BPK: Intervensi Politik Itu Bagus, Tapi…
Jakarta – Anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI, Fathan Subchi mengungkapkan permasalahan yang kerap terjadi pada lembaga bank pembangunan daerah (BPD), berdasarkan hasil pemeriksaan BPK sejauh ini.
Permasalahan berulang di industri BPD, berdasarkan hasil pemeriksaan BPK, antara lain pemberian fasilitas kredit yang belum sepenuhnya memerhatikan prinsip kehati-hatian, penggunaan kredit belum sepenuhnya sesuai dengan tujuan awal kredit, penyaluran dan penanganan kredit bermasalah tidak sesuai prosedur yang menimbulkan risiko kredit, proses hapus buku kredit tidak sepenuhnya mematuhi kriteria/persyaratan.
Lalu, kelemahan sistem dan penerapan pemberian tingkat suku bunga deposito yang menimbulkan ketidaksesuaian tingkat suku bunga dengan ketetapan yang ada, hingga BPD yang belum sepenuhnya merencanakan peningkatan kualitas SDM secara memadai.
Maka dari itu, BPK memberikan sejumlah rekomendasi kepada industri BPD maupun stakeholder terkait lainnya, agar konsolidasi BPD dapat dilakukan secara kolaboratif untuk menyukseskan program pemerintah pusat melalui kantor jaringan BPD yang tersebar di seluruh Indonesia.
“Pertama, penguatan tata kelola dan manajemen risiko. Kedua, penguatan IT core banking system dan SDM melalui kemitraan yang profesional serta menguntungkan. Dan ketiga, kolaborasi serta kompetisi yang sehat untuk optimalisasi potensi daerah,” ujar Fathan dalam seminar “Masa Depan BUMD di Tangan Kepala Daerah Baru: Pengawasan Tata Kelola Bank Daerah” yang diadakan Infobank Media Group di Hotel Shangri La Jakarta, Jumat, 16 Mei 2025.
Namun, menurutnya, yang paling terpenting ialah bagaimana BPD bisa memberikan manfaat bagi pemerintah daerah (Pemda) melalui peningkatan imbal hasil berupa setoran dividen secara berkelanjutan dengan mempertimbangkan kebutuhan ekspansi.
“Dengan demikian, peningkatan kualitas manajemen kas daerah sangat penting sekali untuk dilakukan,” tambahnya.
BPD sebagai salah satu “kendaraan” keuangan pemerintah daerah, tentunya tak bisa dihindarkan dari intervensi politik. Dalam konteks tersebut, intervensi politik pada BPD dirasa perlu dilakukan dalam rangka penguatan ekonomi daerah. Namun, tetap mengedepankan prinsip good corporate governance (GCG) yang baik.
“Kita ingin memberikan kredit yang besar-besaran, tapi juga GCG atau tata kelolanya perlu diperhatikan. Keseimbangan itu saya pikir sangat penting, karena biar bagaimana pun gubernur punya janji politik populis yang harus ditunaikan,” jelas Fathan.
“Tapi populisme itu harus dibangun dalam tata kelola yang baik. Intervensi itu sebetulnya bagus, karena mempercepat penyaluran. Tak boleh juga uang numpuk, namun pengawasan dari sisi SDM dan IT itu bisa menghindari fraud dan menciptakan efisiensi,” sambungnya.
Tak lupa, ia juga menyinggung keterbatasan kapasitas fiskal pemerintah daerah untuk memenuhi kebutuhan permodalan BPD. Baginya, hal ini bisa dicapai melalui konsolidasi bank umum atau kelompok usaha bersama (KUB), sebagaimana diatur dalam POJK Nomor 12/POJK.03/2020.
“Tentunya kita juga dorong supaya kalau bisa tidak melakukan KUB. Jadi, pemda-pemda harus berkreasi untuk memberikan penambahan modal,” pungkas Fathan. SW