Pengembangan Perguruan Tinggi sebagai Area “Knowledge Economy”

Dunia perguruan tinggi memiliki sumber daya manusia terbaik sebagai aset yang menguasai teknologi untuk berproduksi. Melalui kapasitas intelektual yang dimiliki oleh dosen, mahasiswa dan karyawan, Perguruan Tinggi mampu melakukan akselerasi produksi dan pelayanan di berbagai sektor.

Universitas Katolik Leuven di Belgia merupakan salah satu Universitas di Eropa yang sukses dalam mengembangkan “Knowledge economy region” bersumber pada semua hasil riset dan inovasi yang lahir dari institusi tersebut. Gebrakan ini sukses membawa Leuven sebagai pemuncak tertinggi Universitas di Eropa dan peringkat ke-5 di dunia dalam bidang inovasi.

University invention will change the world

Hal penting dalam knowledge economy adalah bagaimana ilmu pengetahuan berdifusi, terdistribusi dan dapat termanfaatkan dengan baik. Konsep knowledge economy telah melahirkan pola atau model inovasi linier yang menghubungkan secara langsung antara kegiatan riset dan inovasi dengan kapasitas produksi. Kolaborasi universitas dan industri diharapkan akan menutup “The valley of death” serta mengakselerasi pencapaian tingkat kesiapan teknologi setiap hasil riset.

Sejarah membuktikan bahwa semua inovasi terdepan di dunia selalu lahir dari Universitas, di antaranya adalah penemuan Penicillin oleh Howard Florey dari University of Oxford tahun 1939, penemuan tes Pap oleh Nicolas Papanicolaou dari Cornell University tahun 1939, penemuan USG oleh Ian Donald dari University of Glasgow tahun 1958, penemuan LCD oleh James Fergason dari Kent State University tahun 1967, penemuan MRI oleh Paul Laterbur dari University of New York tahun 1970 dan penemuan teknologi DNA rekombinan oleh Stanley Cohen dari UCLA tahun 1974.

Mengubah “Death of Valley” di Perguruan Tinggi Indonesia menjadi “Silicon Valley”

Akselerasi pencapaian public private partnership difasilitasi oleh Pemerintah melalui paket kebijakan ekonomi yang bertujuan memudahkan semua proses inovasi sejak hulu hingga hilir. Dalam bidang kesehatan Paket Kebijakan Ekonomi ke-11, Presiden menginstruksikan agar semua mitra bestari mendukung kemandirian bidang obat dan alat kesehatan melalui kerja sama lintas sektoral dan public private partnership.

Kebutuhan obat dan alat kesehatan di Indonesia selama ini masih tergantung pada produk impor dengan proporsi sebesar 90 – 95 %. Data Kementerian Perdagangan Republik Indonesia pada tahun 2014 menunjukkan total impor alat kesehatan sebesar 750 juta USD dengan nilai ekspor hanya sebesar 165 juta USD. Rata-rata pertumbuhan industri alat kesehatan mencapai 12.8% per tahun.

Data yang kurang lebih sama terlihat pada bidang industri obat. Pasca penerapan sistem Jaminan Kesehatan Nasional, pasar obat generik tahun 2015 meningkat 12,5% (dalam nilai) atau 16% (dalam jumlah riil). Kondisi yang sangat ironi adalah 90% bahan baku farmasi di Indonesia masih diimpor, hal ini menunjukkan struktur industri farmasi yang belum optimal. Partner utama bahan baku farmasi Indonesia adalah Cina (60%) dan India (30%) dengan nilai impor kurang lebih 1.3 milyar USD.

Indonesia memiliki 12 Perguruan Tinggi Berbadan Hukum (PTN-BH) yang memiliki potensi besar dalam membangun wilayah keekonomian berbasis pengetahuan (Knowledge Economy Region). Pimpinan perguruan tinggi harus cerdas melihat peluang di tengah masih banyak-nya kekurangan, inilah yang dikenal dengan jiwa entrepreneur.

Comments (0)
Add Comment