Prabowo Subianto
Selepas lulus dari Akademi Militer di Magelang pada tahun 1974 sebagai seorang letnan dua, Prabowo Subianto menjadi komandan operasi termuda dalam sejarah Angkatan Darat saat memimpin operasi Tim Nanggala di Timor Timur.
Kariernya melejit setelah menjabat sebagai Wakil Komandan Detasemen Penanggulangan Teror di Kopassus pada tahun 1983. Pada tahun 1996, Prabowo diangkat sebagai sebagai Komandan Jenderal pada Korps Baret Merah tersebut.
Saat menjabat, ia memimpin operasi pembebasan sandera di Mapenduma. Dilansir dari buku ‘Sandera, 130 Hari Terperangkap di Mapenduma’, kejadian ini berawal saat 26 orang peneliti yang tergabung dalam tim Ekspedisi Lorentz 95 tiba-tiba disandera oleh kelompok separatis tersebut.
Bahkan, saat itu Kopassus dan Kostrad terus memburu KKB Papua yang membawa 26 sandera selama 130 hari atau lima bulan. Terkait penyanderaan Tim Lorentz ’96 dan bagaimana mereka diselamatkan, kisah ini juga pernah diulas secara khusus oleh majalah Intisari.
Penelitian tim Ekspedisi Lorentz 95 dilakukan antara bulan November 1995 dan Januari 1996. Tidak ada gangguan berarti yang dialami tim selama menjalankan misinya.
Tim ekpedisi ini juga sudah tahu jika di sana terdapat KKB Papua yang didalangi oleh Organisasi Papua Merdeka (OPM) pimpinan Kelly Kwalik.
Tanggal 8 Januari menjelang hari-hari kepulangan ke Jakarta, mereka berkumpul di rumah kayu milik Pendeta Adriaan van der Bijl asal Belanda yang sudah menetap di sana sejak tahun 1963.
Hari itu sang pemilik rumah sedang pergi, berkeliling ke daerah Mbua dan ALama untuk menyusun kegiatan misionaris bersama istrinya. Tiba-tiba, datanglah sekelompok suku setempat berjumlah puluhan orang berpakaian perang, lengkap dengan tombak.
Tak hanya itu, salah satu dari mereka, diduga sebagai komandan, membawa senapan laras panjang M-16 yang diacung-acungkan dan sesekali ditembakkan ke udara.
Mereka lalu mendobrak mendobrak pintu yang dikunci, memaksa masuk, menyerang, menyandera tim, dan akhirnya membawa seluruh tim peneliti ke hutan pedalaman.
Berita penyanderaan Tim Lorentz mulai beredar di media massa dan menjadi berita besar hingga ke Jakarta bahkan dunia.
Pemerintah Indonesia segera meminta ABRI (TNI) melakukan penyelamatan. Komandan Jenderal Kopassus saat itu (Mayjen TNI Prabowo Subianto) diputuskan memimpin misi penyelamatan. Beberapa satuan TNI lainnya seperti pasukan Kostrad juga dilibatkan dalam misi penyelamatan ini.
Sekitar lima bulan berlalu, misi pembebasan Tim Lorentz yang disandera oleh KKB Papua pimpinan Kelly Kwalik belum juga membuahkan hasil.
Pasukan yang dibawa Kelly Kwalik mula-mula berjumlah 50 orang, kemudian terus bertambah hingga menjadi 100 orang. Para OPM terus bersembunyi dan berpindah-pindah tempat sambil mengirimkan beberapa pesan tuntutan mereka kepada Pemerintah RI.
Tanggal 7 Mei 1996, satu kompi pasukan batalyon Linud 330/Kostrad di bawah pimpinan Kapten Inf Agus Rochim ikut dikirim ke Timika untuk menambah kekuatan.
Setelah berbagai upaya dilakukan, Tim Kopassus dan Kostrad berhasil menuntaskan misinya pada tanggal 9 Mei 1996. Tim gabungan itu menyelamatkan para sandera kecuali 2 orang, yaitu Navy dan Matheis yang gugur di tangan para OPM.
Doni Monardo
Doni Monardo, yang menjadi prajurit Kopassus saat pertama kali bertugas di TNI, pernah memimpin operasi penyelamatan sandera oleh perompak Somalia tahun 2011 silam.
Kala itu tiga pasukan elite TNI dari tiga matra yakni Angkatan Darat, Udara, dan Laut bergabung dalam operasi pembebasan sandera tersebut.
Peristiwa pembajakan itu terjadi pada 16 Maret 2011. Kapal MV Sinar Kudus yang bermuatan ferro nikel dan dioperasikan PT Samudera Indonesia berlayar dari Sulawesi menuju Rotterdam, Belanda.
Di perairan Laut Arab, perompak Somalia membajak Kapal MV Sinar Kudus.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) kemudian meminta agar dilakukan langkah untuk melindungi WNI yang disandera dan membebaskan MV Sinar Kudus melalui berbagai opsi.
Dalam pembebasan itu, dibentuklah Satgas Merah Putih.
Satuan tugas militer ini dibentuk untuk menyelamatkan awak kapal MV Sinar Kudus yang dibajak perompak, secara militer.
Personel yang dikerahkan terdiri atas pasukan khusus dari Kopassus (Satuan 81/Penanggulangan Teror), Korps Marinir (Denjaka), dan Kopaska.
Dalam operasi itu, peran Doni Monardo pun tak bisa diabaikan.
Doni yang saat itu menjabat Wakil Komando Satuan Tugas untuk pembebasan kapal MV Sinar Kudus, mendapat penghargaan kenaikan pangkat satu tingkat.
Saat ini, Doni berpangkat Letnan Jenderal TNI, terhitung 9 Januari 2019 mengemban amanat sebagai Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana. (sumber: medan.tribunews.com)