Berturut-turut Gelar OTT, Ini Fakta yang Terungkap dari Kasus Suap Gula dan Proyek Jalan

THE ASIAN POST, JAKARTA ― Selama dua hari berturut-turut, Senin (2/9) dan Selasa (3/9), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan operasi tangkap tangan (OTT) pada dua pejabat negara.

Operasi senyap itu melibatkan Bupati Muara Enim Ahmad Yani, Direktur Utama (Dirut) PTPN III Dolly Pulungan dan Direktur Pemasaran PTPN III I Kadek Kertha Laksana (IKL).

Ahmad Yani tersangkut kasus suap distribusi gula, sedangkan Dolly dan Kadek terkait suap proyek pembangunan jalan.

Saat ini, KPK telah menetapkan ketiganya sebagai tersangka, selain beberapa pihak lain yang juga diduga terlibat dalam kasus ini.

Berikut fakta dari OTT yang dilakukan berturut-turut oleh KPK.

OTT Dirut PTPN III Dolly Pulungan

1.Dirut PTPN III diduga dapat Suap SGD345 Ribu

Dolly ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait distribusi gula. Menurut Wakil Ketua KPK Laode M Syarif, Dolly diduga menerima suap SGD345 ribu dari pihak swasta  sebagai fee terkait dengan distribusi gula yang termasuk ruang lingkup pekerjaan PTPN III (Persero).

2. Tiga orang ditetapkan tersangka

Tiga orang ditetapkan sebagai tersangka, yakni pemilik PT Fakar Mulia Transindo Pioeko Nyotosetiadi (PNO) sebagai pemberi. Sedangkan sebagai penerima yakni Dirut PTPN III (Persero) Dolly Pulungan (DPO) dan Direktur Pemasaran PTPN III (Persero) I Kadek Kertha Laksana (IKL).

Dalam kasus ini, sebagai pemberi, Pioeko Nyotosetiadi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sebagai penerima, DPU dan IKL disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan tindak pidana korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

3. Kronologi

Dalam kasus ini, PT Fajar Mulia Transindo merupakan pihak swasta dalam skema long term contract dengan PTPN III yang mendapat kuota untuk mengimpor gula secara rutin setiap bulan selama kontrak.

Terdapat aturan internal di PTPN III mengenai kajian penetapan harga gula bulanan. Penetapan harga gula disepakati oleh tiga komponen yaitu PTPN III, Pengusaha Gula (PNO) dan ASB selaku Ketua Asosiasi Petani Tebu Republik Indonesia (APTRI).

Dikatakan Laode M Syarif, pada 31 Agustus 2019 terjadi pertemuan antara PNO, DPU dan ASB Ketua Umum Dewan Pembina Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia di Hotel Shangrila.

“Terdapat permintaan DPU ke PNO karena DPU membutuhkan uang terkait persoalan pribadinya untuk menyelesaikannya melalui ASB,” katanya.

Dolly kemudian meminta Direktur Pemasaran PTPN III I Kadek Kertha Laksana menindaklanjuti pemberian uang itu. Pieko diduga menyerahkan uang itu lewat orang kepercayaannya kepada Kertha Laksana yang kemudian diamankan KPK.

OTT Bupati Muara Enim Ahmad Yani

1.Bupati Muara Enim menerima suap Rp13,9 M

KPK mengatakan, Ahmad Yani diduga menerima suap berkaitan dengan pekerjaan proyek di Dinas PUPR Kabupaten Muara Enim sebesar USD35 ribu.

“Dalam OTT ini KPK mengamankan uang USD 35 ribu yang diduga sebagai bagian dari fee 10 persen yang diterima Bupati AYN (Ahmad Yani) dari ROF (Robi Okta Fahlefi),” kata Wakil Ketua KPK Basaria Pandjaitan di Jakarta Selasa (3/9).

Ahmad pun berstatus tersangka.

2. Tiga orang ditetapkan sebagai tersangka

Ada dua orang lainnya yang ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK dalam kasus ini, yaitu Kepala Bidang Pembangunan Jalan dan PPK di Dinas PUPR Muara Enim Elfin Muhtar sebagai tersangka penerima. Sementara seorang lagi, Robi Okta Fahlefi dari PT Enra Sari sebagai tersangka pemberi.

Yani dan Elfin dijerat dengan pasal yang Pasal 12 a atau b atau Pasal 11 UU 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Sementara Robi dijerat dengan pasal 5 ayat (1) a atau b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999.

3. Kronologi

Dinas PUPR Muara Enim, ketika itu, melaksanakan pengadaan pekerjaan fisik berupa pembangunan jalan untuk tahun anggaran 2019. Namun dalam pelaksanaannya pengadaan tersebut diduga terdapat syarat pemberian commitment fee sebesar 10% sebagai syarat terpilihnya kontraktor pekerjaan.

“Diduga terdapat permintaan dari Ahmad Yani selaku Bupati Muara Enim dengan para calon pelaksana pekerjaan fisik di Dinas PUPR Muara Enim,” kata Basaria. []

Comments (0)
Add Comment