Bos LPS: Generasi Muda Lebih Berani Nabung dan Investasi
Jakarta – Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Purbaya Yudhi Sadewa mengungkapkan bagaimana antusiasme generasi muda, gen Z dan milenial dalam aktivitas menabung di perbankan.
Purbaya menerangkan kalangan usia muda saat ini lebih berani menabung dan melakukan investasi ketimbang generasi sebelumnya.
“Kalau yang kita punya hanya berapa nilai setiap kelas tabungan. Tapi, info yang saya dapat, kalangan muda sekarang lebih berani menabung dan berinvestasi dibandingkan sebelumnya,” ucap Purbaya saat ditemui pada acara Literasi Keuangan Indonesia Terdepan (LIKE IT) 2025 di Bumi Perkemahan dan Graha Wisata (Buperta) Pramuka Cibubur, Jakarta, Kamis, 14 Agustus 2025.
Ia membeberkan, porsi generasi muda di bawah usia 30 tahun yang masuk ke pasar modal nasional telah mencapai 50 persen dari total investor yang ada.
Namun demikian, Purbaya meyakini bila dari 50 persen generasi muda tersebut, sebagian di antaranya masih dalam tren ikut-ikutan. Oleh karenanya, perlu dilengkapi dengan literasi keuangan yang baik.
“Bukan bilang harus nabung, harus nabung. Tapi, pengetahuannya bagaimana. Knowledge ekonominya seperti apa, pengetahuan dasar perusahaan seperti apa. Lalu, kalau ingin berinvestasi jangka pendek itu seperti apa. Itu yang saya lihat belum banyak pelatihannya,” tuturnya.
Oleh karenanya, Purbaya berharap ke depan LPS juga bisa mengambil peran untuk mengedukasi masyarakat, khususnya generasi muda, terkait literasi keuangan yang komprehensif.
“Saya agak takut (mengedukasi) karena itu bukan area kami. Kami cuma menjamin saja, tapi kalau Anda pribadi ingin belajar sama saya boleh,” kelakar Purbaya.
Indeks Literasi Keuangan Masih Rendah
Sebagai informasi, hasil SNLIK 2025 menunjukkan indeks literasi keuangan masyarakat Indonesia mencapai 66,46 persen.
Sementara indeks inklusi keuangannya mencapai 80,51 persen. Angka indeks literasi dan inklusi keuangan itu meningkat dari hasil SNLIK 2024 yang menunjukkan 65,43 persen untuk indeks literasi keuangan dan 75,02 persen untuk indeks inklusi keuangan.
Terkait rendahnya pertumbuhan indeks literasi keuangan dibandingkan inklusi keuangan tersebut, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Mahendra Siregar menjelaskan bahwa tingkat indeks literasi keuangan pada 2025 sudah mengalami pertumbuhan signifikan dibandingkan beberapa tahun sebelumnya.
“Tingkat literasi yang 66,46 persen itu sebenarnya angka yang sudah jauh lebih tinggi dibandingkan dari tahun lalu, maupun tahun-tahun sebelumnya yang masih di kisaran 54-55 persen. Jadi, angka yang meningkat pesat,” ujar Mahendra di kesempatan yang sama.
Mahendra lebih jauh mengatakan, bila dibandingkan angka 66 persen dengan negara lainnya, termasuk dari OECD atau negara-negara maju, level indeks literasi masyarakat RI 2025 itu tergolong berada di level menengah ke atas.
“Angka 66 persen itu adalah yang berada dalam level kuartal menengah ke atas, jadi salah satu yang maju sebenarnya,” tegasnya.
Menurutnya, ukuran tingkat literasi keuangan masyarakat tak hanya berlandaskan pada angka indeks literasi atau kuantitasnya, namun juga pada kualitas dari tingkat literasi keuangan tersebut.
Seperti bagaimana pemahaman dan pemanfaatan pengetahuan keuangan dari masyarakat yang sudah masuk dalam kelompok literate, atau bagaimana mereka lebih memahami manfaat dari produk-produk keuangan, penggunaan, akses, dan efektivitasnya. (*) SW