Industri Asuransi Struggle, Akankah OJK Perpanjang Deadline Permodalan?

KINERJA industri asuransi sedang penuh perjuangan. Menurut Biro Riset Infobank dalam Kajian Rating 117 Asuransi Versi Infobank 2025 diketahui ada tujuh perusahaan asuransi umum yang merugi pada 2024, belum termasuk lima perusahaan yang tidak diketahui kinerjanya karena belum mengeluarkan laporan keuangan. Bahkan di industri asuransi jiwa ada 17 perusahaan yang mengalami kerugian.

Di tengah perjuangan, mayoritas perusahaan asuransi berhasil mencetak untung, bahkan sebagian mengalami pertumbuhan. Sedangkan dari skor penilaian rating, Perusahaan yang meraih predikat Sangat Bagus adalah 43 perusahaan asuransi umum dan 20 perusahaan asuransi jiwa.

Kajian Biro Riset Infobank juga menguak masih adanya tata kelola dan modus rekayasa keuangan di beberapa perusahaan asuransi. Otoritas Jasa Keuangan sendiri terus getol melakukan beres-beres untuk menghapus zona merah di sektor perasuransian dan dana pensiun.

Sementara bagi para pemegang saham bersama pengurus terutama di perusahaan asuransi bermodal cekak harus berjuang memenuhi ketentuan modal minimum yang diwajibkan OJK.

Berdasarkan Peraturan OJK Nomor 23 Tahun 2023 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, Perusahaan Reasuransi, dan Perusahaan Reasuransi Syariah, modal minimum yang harus dimiliki perusahaan asuransi sebesar Rp250 miliar pada 2026.

Lalu pada 2028, modal harus ditambah dengan dibedakan menjadi dua, yakni untuk Kelompok Perusahaan Perasuransian Berdasarkan Ekuitas (KPPE) 1 dengan modal minimum Rp500 miliar dan KPPE 2 dengan modal minimum Rp1 triliun. Tercatat masih ada 15 pemain jiwa dan 22 pemain umum yang modalnya di bawah Rp250 miliar.

Para direksi perusahaan asuransi sendiri harus berjibaku menghadapi periode yang tak mudah tahun ini hingga 2026. Selain harus meningkatkan kemampuan menerapkan standar PSAK 117, mereka harus menghadapi pasar yang sedang tertekan dan penuh ketidakpastian.

Industri asuransi jiwa menghadapi melemahnya daya beli kelas menengah, menurunnya minat masyarakat terhadap unitlink, serta ketidakpastian pasar modal yang menjadi tumpuan utama pengelolaan investasi asuransi jiwa.

Di tengah tekanan ekonomi makro dan ketidakpastian, perusahaan-perusahaan asuransi bermodal terbatas berharap adanya relaksasi terkait permodalan.

“Kondisi ekonomi sedang berat dan permintaan lemah sekali, return on investment dan return on equity di bawah 3%, kami berharap regulator memikirkan kepentingan investor, dan mengawasi secara fair perusahaan-perusahaan yang melanggarkan praktek bisnis tanpa harus memukul rata dengan permodalan, jadi kami berharap regulator bisa memberi perpanjangan waktu,” ujar Budi Herawan, Ketua Umum Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI), seperti dikutip Majalah Infobank Nomor 567 Juli 2025.

OJK pun mengakui bahwa industri asuransi Indonesia masih terus membutuhkan pembenahan. “Industri asuransi ini masih perlu banyak pembenahan-pembenahan. Kita tidak ingin kapasitas dan kapabilitasnya tidak berkembang, dari segi permodalan kompetensi dan kemampuan di bidang-bidang tertentu, kalau tidak ada perbaikan maka potensi yang dimiliki Indonesia tidak berkembang,” ujar Ogi Prastomiyono, Kepala Eksekutif Pengawasan Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK, seperti dikutip Majalah Infobank Nomor 567 Juli 2025.

Akankah OJK merelaksasi deadline pemenuhan permodalan minimum perusahaan asuransi karena ekonomi sedang tidak kondusif? Perusahaan asuransi mana yang rapornya biru dan mana yang mengalami masalah sehingga butuh penyehatan? Baca selengkapnya di Majalah Infobank Nomor 567 Juli 2025 yang melaporkan hasil kajian bertajuk Rating 117 Asuransi 2025 Versi Infobank! (KM)

You might also like
Komentar Pembaca

Your email address will not be published.