What Next! Setelah Kejagung Berani Senggol The Gasoline Godfather?

Jakarta– Pusat Studi Kebijakan Publik (Puskepi) mengapresiasi keberanian Kejaksaan Agung (Kejagung) membongkar kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang di Pertamina Subholding.

Apalagi, berani menyentuh keluarga “The Gasoline Godfather”: Riza Chalid.

“Ini hal luar biasa, yang selama ini nyaris tak tersentuh,” ujar Sofyano Zakaria, Direktur Eksekutif Pusat Studi Kebijakan Publik (Puskepi) kepada The Asian Post, Senin (3/3).

Seperti diketahui, Kejaksaan telah menetapkan tujuh tersangka dalam kasus “Pertamax Oplosan” yang merugikan negara sebesar Rp193,7 triliun.

Salah satu tersangka adalah Muhammad Kerry Adrianto Riza.

Kerry adalah anak sulung Riza Chalid yang dalam kasus ini duduk sebagai pemilik manfaat (benefit owner) PT Navigator Khatulistiwa yang disebut Kejagung memiliki peran vital dan paling diuntungkan dalam kasus korupsi pengiriman minyak mentah dan produk kilang dengan kapal dari mancanegara oleh Pertamina.

Selama ini, meski sering diisukan terlibat dalam berbagai kasus dugaan korupsi di Pertamina, Riza Chalid nyaris tak pernah tersentuh. Untouchable.

“Makanya, terlepas nanti hasil sidangnya, kita layak mengapresiasi Kejagung berani bongkar ini. Tentu mereka punya data, fakta, atau bukti,” tutur Sofyano.

Sofyano melihat banyak keanehan dalam kasus dugaan korupsi ini.

Pertama, nilai yang dikorupsi sangat fantastis. Rp193,7 triliun. Itu hanya di tahun 2023. Padahal, kasusnya sejak 2018 hingga 2023.

“Kasus ini terjadi justru setelah Petral dibubarkan. Ketika ada Petral malahan ndak ada kasus seperti ini. Ini jadi pertanyaan publik,” ujarnya.

Kedua, kata dia, kalau benar terjadi pembelian pertalite dengan harga pertamax, harusnya ada audit internal, BPK, dan BPKP.

“Ke mana mereka? Berarti sistem di Pertamina belum baik,” tegasnya.

Selain itu, lanjut dia, di sebuah perusahaan selain ada direksi juga ada dewan komisaris, baik di holding maupun subholding.

“Bagaimana sistem pengawasannya? Aturan di Pertamina seperti apa? Secara organizatoris, holding harusnya ikut bertanggung jawab terhadap subholding,” tuturnya.

Saat melakukan pembelian minyak dari luar negeri, kata Sofyano, perusahaan tentu melibatkan orang keuangan.

“Apakah dia tidak melihat ada keanehan? Apakah selama ini lolos audit BPK, sehingga justru Kejagung yang menemukan keanehan itu?” paparnya.

Sofyano meyakini, apa yang terjadi di Pertamina adalah tindakan oknum. Sehingga, sebaiknya jangan menghujat Pertamina.

Yang perlu dilakukan adalah merombak total sistem yang ada dan orang-orang yang diyakini menimbulkan masalah.

“Hujan yang turun dari langit kan jatuhnya di puncak gunung dulu, baru turun ke bawah. Jadi, harus diperiksa semua sampai atas. Kan di atas langit masih ada langit,” tutupnya. (DW)

korupsiKPKPertamina
Comments (0)
Add Comment