Jakarta – Ada ancaman serius memasuki tahun 2022, yakni potensi terjadinya turbulensi politik yang berasal dari Kabinet Jokowi. Hal ini tak lepas dari dimulainya tahapan pemilu pada Juli tahun depan.
Warning tersebut disampaikan oleh H. Mochtar Mohamad, politisi yang juga mantan anggota legislatif dan eksekutif, kepada wartawan, Kamis, 22 April.2021.
Mochtar Mohamad melihat ada lima indikator yang menguatkan sinyalemennya. Pertama, didominasinya Kabinet Jokowi oleh unsur menteri dari partai politik.
Sesuai UU No 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, Pilpres dan Pileg 2024 pencoblosannya pada Maret 2024. Sedangkan tahapannya dimulai 20 bulan sebelum pencoblosan. Berarti Juli 2022 sudah masuk tahapan pemilu, baik pilpres maupun pileg.
“Artinya, para menteri dari partai, yang berniat untuk menjadi capres, atau menjadi caleg, pikirannya akan bercabang di dalam tugasnya sebagai menteri dan misi politik dirinya menjelang pileg dan pilpres,” ujarnya.
Kedua, beberapa anggota kabinet terindikasi memiliki misi politik di Pilpres 2024. Mereka rawan melakukan upaya penggalangan dana melalui kewenangan yang melekat pada dirinya, untuk kepentingan pribadi.
Ketiga, permasalahan yang dihadapi kabinet Jokowi saat ini adalah krisis ekonomi. Sejak 2020 APBN dan APBD terkoreksi ataupun tidak mencapai target, terjadi perubahan parsial ke arah negatif.
Di APBN terjadi pengurangan dana perimbangan (bagi hasil pajak /bagi hasil bukan pajak, dana alokasi umum, dana alokasi khusus, dana transfer daerah berkurang).
“Bahkan di Jabar beberapa kali perubahan ke arah negatif, dan untuk memenuhi APBD itu harus berutang. Tercatat, Jabar melakukan pinjaman Rp1,53 triliun. Ini sumbernya LKPJ 2020,” ungkapnya.
Contoh lain, kata dia, di beberapa daerah di Jabar pada triwulan pertama tahun 2021 ini sudah melakukan perubahan parsial. “Ini gejala negatif bahwa ancaman krisis itu nyata,” terangnya.
Keempat, tahun 2022 adalah tahun ketiga untuk periode kedua pemerintahan Jokowi. Artinya, sudah masuk kurva turun kepercayaan publik terhadap pemerintahan yang akan selesai masa pemerintahannya. Ditambah dengan beberapa kebijakan tidak populis, seperti larangan mudik Lebaran 2021.
Kelima, lanjut dia, kabinet yang berkaitan dengan hajat hidup orang banyak dalam hal pangan seperti Kementerian Pertanian dan Kementerian BUMN tidak berhasil memenuhi produktivitas pangan dalam negeri yang cukup sehingga kebijakan mengenai pangan diselesaikan dengan impor.
“Dengan lima indikator tersebut, bisa dikatakan kondisi saat ini dan menjelang masuknya tahun 2022 adalah kondisi yang menurut istilah Bung Karno tahun Vivere Pericoloso, untuk menggambarkan bahwa Indonesia sedang mengalami masa genting,” ujarnya.
Mochtar menilai, di tengah situasi bauran krisis ekonomi dengan masuknya tahun politik, tapi tidak diimbangi kecakapan kinerja kabinet sebagai instrumen pendukung pemerintahan Presiden Jokowi, hal ini akan menjadi masalah serius.
“Apalagi kalau Kabinet Jokowi tidak seirama dan tidak serius dalam mengenali masalah dan menangani masalah,” pungkasnya. (*)