Jakarta– Rancangan Peraturan Daerah Kawasan Tanpa Rokok (Raperda KTR) DKI Jakarta yang saat ini sedang dibahas DPRD berpotensi mengancam kelangsungan usaha kecil dan menengah (UKM) di Jakarta.
Kecurigaan tersebut disampaikan oleh Perhimpunan Pengembangan Pesantren (P3M) setelah melakukan kajian komprehensif terhadap Draft Raperda KTR yang diajukan oleh Pemprov DKI Jakarta.
Tim Kajian dan Advokasi kebijakan P3M mengungkapkan, dalam Raperda KTR sedikitnya mengandung 14 pasal yang berpotensi merugikan berbagai sektor ekonomi, mengancam mata pencaharian jutaan warga Jakarta, dan membatasi hak-hak konsumen secara tidak proporsional.
“Raperda KTR ini dibuat tanpa mempertimbangkan dampak sosial-ekonomi secara menyeluruh. Sejumlah pasal berpotensi mematikan usaha skala kecil dan menengah (UKM) yang sudah terpukul oleh berbagai krisis ekonomi selama beberapa tahun terakhir,” ujar Direktur Eksekutif P3M, KH Sarmidi Husna, dalam keterangan tertulisnya kepada The Asian Post, Rabu (11/6).
Dampak Ekonomi
Setelah dikaji, P3M sedikitnya menemukan 14 pasal yang berpotensi merugikan UKM dan melabrak hak konsumen.
Ke-14 pasal tersebut antara lain Pasal 1 Ayat 6, Pasal 17 Ayat 5, Pasal 17 Ayat 4, Pasal 17 Ayat 6, Pasal 4, Pasal 16 Ayat 1 huruf e, Pasal 22, Pasal 26, Pasal 17 Ayat 7, Pasal 20, Pasal 21, dan Pasal 5 Ayat 5.
Koordinator Tim Kajian dan Advokasi Kebijakan P3M, Badrus Samsul Fata, menambahkan, DKI Jakarta adalah barometer ekonomi nasional.
Regulasi berlebihan dan tidak proporsional seperti Raperda KTR, kata dia, dapat menciptakan efek domino negatif terhadap berbagai sektor ekonomi, dari retail hingga pariwisata, dari UKM hingga industri kreatif.
Setidaknya, kata Badrus Samsul, ada 4 potensi negatif yang bisa timbul dari Raperda KTR tersebut.
Satu, menurunkan pendapatan hingga 30% bagi pedagang eceran dan UMKM yang mengandalkan penjualan rokok dan produk turunan.
Dua, mengurangi pendapatan iklan media massa dan semua sektor tekait hingga 25%.
Tiga, menurunkan okupansi tingkat hunian hingga 15% karena ketidaksesuaian dengan standar akomodasi internasional. Empat, mengurangi jumlah event dan festival di Jakarta hingga 40%.
Seruan dan Rekomendasi
P3M menyerukan dan memberikan enam rekomendasi agar Raperda KTR tidak menimbulkan dampak negatif bagi warga Jakarta.
Satu, mendesak DPRD DKI Jakarta untuk menghentikan pembahasan Raperda KTR dalam bentuknya saat ini.
Dua, meminta DPRD DKI Jakarta untuk mengacu pada Perda KTR Jawa Timur yang lebih berkeadilan dan proporsional.
Tiga, meminta Pemprov DKI Jakarta untuk melakukan kajian dampak regulasi komprehensif dengan melibatkan semua pemangku kepentingan, termasuk sektor ekonomi yang terdampak.
Empat, menyerukan pembentukan tim perumus baru yang merepresentasikan keseimbangan antara aspek kesehatan dan ekonomi dalam merevisi draft Raperda dengan melibatkan partisipasi stakeholder terkait secara bermakna (meaningfull participation).
Lima, menuntut adanya dialog terbuka dan konsultasi publik yang substantif, bukan sekadar formalitas, sebelum perumusan ulang Raperda KTR.
Enam, mengajak seluruh elemen masyarakat untuk bersuara menolak Raperda yang mengancam kesejahteraan dan mata pencaharian warga Jakarta.
“Kami mendesak pemerintah dan DPRD DKI Jakarta untuk membatalkan pembahasan Raperda ini dan menggantinya dengan pendekatan yang lebih,” tutup Kiai Sarmidi. (DW)