Ukur Dampak Proyek Hilirisasi Nikel, NGO Telapak Bakal Jalankan Kajian Sosial di 5 Perusahaan Strategis Nasional

Jakarta— Sejak tiga tahun terakhir, pemerintah telah menyatakan keseriusannya untuk mengejar terbentuknya eksositem hilirisasi tambang, utamanya komoditas nikel.

Meski kebijakan ini membuat sekelumit negara maju di dunia meradang, pemerintah ‘bersumpah’ tak akan mengerem niat awalnya untuk mengakselerasi investasi berbasis produk turunan dari komoditas alam yang ada.

Sejatinya, kebijakan mengenai proyek hilirisasi nikel serta produk tambang lainya seperti bauksit, timah, maupun tembaga memang patut diacungi jempol.

Selain menjadi suplemen bagi pundi-pundi ekonomi negara, hilirisasi nikel digadang-gadang memberikan peluang dalam menyerap tenaga kerja sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Di sisi lain, kekhawatiran masyarakat mengenai dampak kegiatan tambang dan hilirisasi industri nikel semakin meningkat. Kekhawatiran seperti buruknya pengelolaan limbah, potensi pencemaran, hingga konsumsi bahan bakar fosil tinggi, menjadi sebagian pertanyaan masyarakat kepada perusahaan nikel.

Korporasi yang ada di dalamnya dituntut untuk tidak melepaskan konsep pembangunan, investasi maupun bisnis yang berkelanjutan (environment, social and governance/ESG).

Menjawab kecemasan itu, dalam waktu dekat Perkumpulan Telapak, sebuah NGO di bidang pelestarian lingkungan akan melaksanakan kajian sosial dan site visit independen terhadap lima pengolahan nikel besar di Indonesia.

Tujuannya, memastikan keberlanjutan dan kepatuhan lingkungan di industri pertambangan nikel, di mana sejumlah perusahaan tersebut termasuk proyek strategis nasional.

Perwakilan dari Perkumpulan Telapak Muhamad Djufryhard menjelaskan, pihaknya akan melakukan kajian untuk mengevaluasi praktik lingkungan dan komitmen pelestarian sumber daya alam dari perusahaan-perusahaan nikel disertai dampaknya terhadap lingkungan dan sosial di lokasi sekitar.

Djufryhard mengatakan, dalam waktu dekat pihaknya akan melakukan kunjungan pertama di lokasi tambang PT. Trimegah Bangun Persada (TBP) Tbk yang berada di Pulau Obi, Halmahera Selatan, Maluku.

Selain TBP, Tim Telapak juga akan melakukan kajian sosial di empat pengolahan nikel besar lainnya, yaitu PT. Vale Indonesia Tbk, PT. Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP), PT. GAG Nikel, dan PT. Makmur Lestari Primatama (MLP). Ia mengaku sudah mengirim surat permintaan pelaksanaan kajian sosial kepada empat perusahaan itu, namun belum mendapat jawaban.

“Kita ingin melihat secara langsung sebenarnya. Melakukan kajian bertemu dengan masyarakat di sana untuk bisa memahami konteks riil di lapangan apa yang terjadi. Ini penting menurut kami karena ada banyak sekali kekhawatiran di masyarakat mengenai dampak kegiatan pertambangan, khususnya di era hilirisasi nikel yang menurut banyak pihak ini sumber harta karun baru di negeri ini. Jangan sampai harta karun ini membuat masalah baru bagi masyarakat itu yang ingin kita pastikan tidak terjadi,” ujarnya saat konferensi pers di Cikini, Jakarta Pusat, Jumat (8/9/2023).

Ia mengklaim, kajian sosial ini akan dilakukan oleh dari tim dari Perkumpulan Telapak yang berpengalaman dan berkompetensi di bidang lingkungan dan sosial.

Tim ini akan mengunjungi lokasi pertambangan dan pabrik pengolahan nikel milik perusahaan-perusahaan tersebut, serta melakukan pengambilan data melalui wawancara hingga dokumentasi aktivitas operasi pertambangan.

“Kita harus memastikan soal ketaatan dan kepatuhan perusahaan terhadap kelestarian lingkungan. Itu yang menjadi penting bagi kami di Telapak. Sehingga kunjungan ini akan melihat soal ketaatan dan kepatuhan perusahaan terhadap kelestarian lingkungan. Itu yang menjadi penting bagi kami di Telapak,” jelasnya.

Djufryhard bilang, proses kajian sosial akan berlangsung dalam beberapa minggu ke depan. Hasilnya akan dipublikasikan dalam bentuk laporan serta dokumentasi yang berisi temuan, rekomendasi, dan saran perbaikan.

Perkumpulan Telapak berharap kajian sosial ini dapat meningkatkan transparansi dan akuntabilitas perusahaan-perusahaan nikel di Indonesia, serta mendorong mereka untuk lebih peduli terhadap lingkungan dan masyarakat.

Salah satunya ialah tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social responsibility/CSR). Meski belum bersifat mandatory, lanjutnya, CSR seharusnya diaplikasikan oleh setiap perusahaan sebagai bentuk kepedulian sosial.

“Di negeri ini sampai hari ini CSR itu masih belum mandatory, sifatnya voluntary. Jadi ada perusahaan yang sudah mengeluarkan dengan jelas dan ada yang belum. Itu yang ingin kita lihat dampaknya di lapangan. Misalnya, kalau sudah ada desa binaan, kelompok dampingan itu seperti apa interaksi antara perusahaan dengan masyarakat secara langsung,” pungkasnya. (*) RAL

amdalhilirisasihilirisasi nikellingkunganNGO Telapaknikel
Comments (0)
Add Comment