Jakarta – Pada Senin malam, Presiden Donald Trump kembali ke Gedung Putih setelah dilantik sebagai Presiden ke-47 AS. Dalam kesempatan tersebut, Trump menandatangani sejumlah perintah eksekutif, termasuk pengampunan untuk sebagian besar orang yang terlibat dalam kerusuhan 6 Januari 2021 lalu dan mengumumkan rencana kontroversial terkait kewarganegaraan berdasarkan kelahiran.
Setelah kerusuhan yang mengguncang Gedung Capitol pada 2021 lalu yang dipicu oleh serangan kelompok pendukungnya, Trump menghadapi kritik keras dari berbagai pihak. Namun, dalam langkah yang dianggap sebagai upaya untuk meredakan ketegangan politik, Trump memutuskan untuk mengampuni hampir semua individu yang terlibat dalam aksi tersebut.
Keputusan ini diumumkan dalam sebuah pernyataan yang mencerminkan pandangannya tentang keadilan dan pemulihan, sebagaimana dikutip Forbes.
Menurut Trump, pengampunan ini merupakan langkah untuk memberikan kesempatan kedua bagi mereka yang terlibat dalam kerusuhan, serta mengurangi polarisasi yang semakin mendalam di negara tersebut.
Meski demikian, keputusan ini juga menimbulkan polemik, dengan beberapa pihak mengkritik Trump karena dianggap tidak cukup tegas dalam menanggapi dampak kerusuhan yang terjadi.
Selain masalah pengampunan, Trump juga mengangkat isu mengenai kewarganegaraan berdasarkan kelahiran, yang menjadi bahan perdebatan sejak lama. Rencana kontroversial untuk membatasi kewarganegaraan otomatis berdasarkan kelahiran ini yang berarti sebuah usulan yang memicu perdebatan, yang berusaha mengurangi atau mengubah aturan yang memberikan kewarganegaraan otomatis kepada anak-anak yang lahir di negara tersebut, meskipun orang tua mereka bukan warga negara atau tidak memiliki izin tinggal resmi.
Dalam pernyataan terbarunya, Trump mengusulkan agar kebijakan ini diperiksa kembali, dengan alasan adanya potensi penyalahgunaan oleh individu yang tidak memiliki ikatan kuat dengan negara. Beberapa pengamat menilai, langkah ini merupakan upaya untuk memperketat kebijakan imigrasi dan mengurangi kemungkinan eksploitasi sistem kewarganegaraan.
Trump menekankan pentingnya meninjau kembali aspek-aspek kebijakan tersebut guna memastikan bahwa kewarganegaraan hanya diberikan kepada mereka yang benar-benar berkomitmen pada negara dan nilai-nilai Amerika.
Ide ini tentu saja memicu berbagai reaksi, dari yang mendukung hingga yang menentang keras. Beberapa pihak khawatir bahwa kebijakan semacam ini dapat memperburuk ketegangan sosial dan menciptakan diskriminasi terhadap kelompok minoritas.
Keputusan Trump untuk mengampuni tersangka kerusuhan 6 Januari lalu dan mengusulkan perubahan dalam kebijakan kewarganegaraan berdasarkan kelahiran jelas menunjukkan komitmennya untuk memperkenalkan perubahan besar dalam sistem hukum dan imigrasi Amerika.
Meski demikian, langkah-langkah tersebut akan terus memicu perdebatan panjang, dengan para kritikus menilai bahwa kebijakan ini lebih bersifat politis daripada sebuah solusi yang menyeluruh. Apapun hasilnya, kebijakan-kebijakan ini akan menjadi bagian penting dari warisan politik Trump yang akan terus dibahas oleh generasi mendatang.(*) Putri Gita Sartika