Jakarta – Tingkat pengangguran di Tiongkok sedang tinggi-tingginya saat ini. Data pemerintah Tiongkok menunjukkan bahwa tingkat pengangguran usia 16 – 24 tahun mencapai angka 20,4% di April lalu, menjadikannya yang tertinggi sepanjang sejarah.
Data ini menggambarkan betapa sulitnya pemuda-pemudi di Tiongkok untuk mendapatkan pekerjaan. Padahal, kebanyakan dari mereka adalah lulusan universitas yang menyandang gelar akademik, seperti sarjana.
“Bubble mahasiswa akhirnya pecah. Ekspansi universitas pada akhir 1990-an menciptakan lulusan yang sangat besar, tetapi ada ketidaksejajaran antara supply dan demand tenaga kerja berketerampilan tinggi. Perekonomian tidak mampu mengimbanginya,” ujar Yao Lu selaku profesor sosiologi di Universitas Columbia New York, dikutip dari CNBC International, Rabu, 31 Mei 2023.
Lebih lanjut, Yao menjelaskan bahwa data yang ditampilkan pemerintah itu hanya merepresentasikan mereka yang tergolong pengangguran penuh. Sedangkan seperempat dari para sarjana di Tiongkok adalah setengah pengangguran atau bekerja paruh waktu dengan pekerjaan di bawah kualifikasi mereka dengan pendapatan yang rendah.
Situasi ini semakin dipersulit dengan kontraksi yang sedang dialami sektor manufaktur Tiongkok, yang berarti tak akan ada rekrutmen tenaga kerja baru dan memperbesar potensi terjadinya PHK massal.
Sebagai informasi, Biro Statistik Nasional Tiongkok pagi ini melaporkan purchasing managers’ index (PMI) manufaktur bulan Mei yang turun menjadi 48,8 dari bulan sebelumnya 49,2. Angka di bawah 50 ini mengindikasikan adanya kontraksi atau penurunan aktivitas usaha. Semakin turun angkanya, maka semakin terjadi penurunan aktivitas usaha.
Sekelumit permasalahan ekonomi yang sedang dihadapi Tiongkok itu bukan tidak mungkin akan berdampak ke perekonomian Indonesia. Apalagi, Tiongkok adalah salah satu mitra perdagangan utama Indonesia. Berdasarkan data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), nilai investasi Tiongkok di Indonesia pada 2022 mencapai USD8,2 miliar, atau meningkat 150% lebih dibanding tahun 2021. Jumlah proyek yang didanai Tiongkok di Indonesia mencapai 2.100 lebih. Menjadikan negeri Tirai Bambu itu sebagai investor terbesar kedua setelah Singapura di Tanah Air.
Besarnya nilai investasi dan banyaknya jumlah proyek yang dikerjakan juga membuat banyaknya tenaga kerja asing atau TKA dari Tiongkok yang bekerja di Indonesia. Data Kementerian Tenaga Kerja menunjukkan, jumlah TKA Tiongkok mencapai 52.000 orang lebih pada 2022, atau meningkat dibandingkan 2021 yang berjumlah sekitar 38.000 orang. Dibandingkan negara lainnya, jumlah TKA Tiongkok menjadi yang terbesar.
Ini baru yang tercatat secara resmi, belum TKA ilegal yang jumlahnya belum bisa dipastikan.
Ekonom senior Faisal Basri sempat membahas persoalan banyaknya TKA Tiongkok yang bekerja di Indonesia. Indonesia bahkan disebut menyerap pengangguran dari Tiongkok.
Faisal juga mengungkapkan bila alasan Indonesia membutuhkan TKA Tiongkok karena spesifikasi keahlian tidaklah tepat. Faktanya, TKA Tiongkok yang bekerja di Indonesia bukanlah yang memiliki keahlian khusus.
“Jadi omong kosong Pak Luhut tenaga ahli gak sanggup, belum punya tenaga ahli, sebagian besar begini-begini,” ucap Faisal di acara “CORE Media Discussion: Waspada Kerugian Negara dalam Investasi Pertambangan”, Selasa, 12 Oktober 2021 lalu. SW