Surga Dunia Mafia SDA

Oleh Karnoto Mohamad, Editor in Chief THE ASIAN POST

HEAVEN of earth (surga dunia) seharusnya bisa dinikmati orang Indonesia. Sebab, Indonesia sangat kaya dengan sumber daya alam (SDA) yang pernah dicatat Kementerian Keuangan pada 2014 nilainya mencapai Rp200.000 triliun. Di perut bumi Indonesia tersimpan cadangan nikel terbesar di dunia atau 72 juta ton dan cadangan batubara nomor enam terbesar dunia yaitu 37,5 miliar ton. Indonesia juga menyimpan sederet harta karun seperti tembaga nomor tujuh dunia, timah nomor dua dunia, logam tanah jarang (rare earth element), serta penghasil sederet komoditas lain seperti sawit, karet, hasil hutan, hingga perikanan.

Dari kekayaan SDA tersebut, seharusnya tidak ada orang miskin di Indonesia dan negara ini bisa agresif membangun infrastruktur tanpa utang. Ambil contoh negara Qatar, yang memiliki kekayaan minyak bumi dan pengekspor gas alam terbesar kedua di dunia. Rakyatnya hidup makmur dan tidak dikejar-kejar pajak. Setiap bayi warga Qatar yang lahir ke dunia, negara sudah menyiapkan sebuah rumah untuknya. Begitu usia sekolah, negara membiayai pendidikannya, termasuk biaya hidup dan uang saku.

Dan begitu waktunya menikah tiba, setiap pria boleh memiliki empat istri dan negara menyediakan setiap setiap istri pembantu rumah dan sopir.

Dengan kekayaan yang dimiliki, Indonesia mungkin tak perlu memanjakan warganya seperti yang dilakukan Qatar. Menurut Abraham Samad, Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), seluruh masyarakat Indonesia termasuk anak kecil bisa diberikan jatah Rp20 juta setiap bulan. Itu baru dari batubara saja. Jadi betapa besar nilai yang bisa dinikmati rakyat jika seluruh komoditas SDA dikelola secara benar oleh negara dan tidak ada mafia.

Namun, yang terjadi justru sebaliknya. Per September 2022, ada 26,36 juta orang Indonesia yang hidup di bawah garis kemiskinan, belum termasuk 61 juta penduduk yang rentan miskin karena cuma memiliki kemampuan pengeluaran sebesar Rp354.000-Rp532.000 per sebulan.

Pemerintah juga bersusah-payah mencari utang untuk membiayai defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), termasuk mendorong sejumlah perusahaan badan usaha milik negara (BUMN) mencari utang untuk mengerjakan proyek-proyek infrastruktur sampai sebagian ketimbun utang hingga melebihi asetnya dan kesulitan membayar kewajibannya.

Per 2022, utang pemerintah mencapai Rp7.733,99 triliun, bertambah Rp 825,03 triliun dibanding 2021 yang sebesar Rp 6.908,87 triliun. Sedangkan utang BUMN sebesar Rp1.640 triliun.
Padahal, kekayaan SDA bisa menjadi sumber penerimaan negara tanpa pemerintah harus mengejar-ngejar pajak yang membuat masyarakat senewen dengan menaikkan PPN menjadi 11% pada 2022 hingga menaikkan cukai rokok 10% pada 2023 dan 2024.

Setelah masyarakat diharuskan membayar pajak atas rumah yang dibangun atau direnovasinya sendiri, sempat ada keinginan Ditjen Pajak untuk mengenakan pajak sita jaminan dari debitur ke kreditur yang membuat praktisi sektor keuangan pun garuk-garuk kepala.

Kekayaan bumi Indonesia seperti tidak memberi berkah untuk rakyat Indonesia karena tata kelolanya yang membuka ruang bagi para pemburu rente (rent seeking) dan pelaku illegal mining, illegal logging, hingga illegal fishing. Kondisi diperburuk dengan adanya tumpang tindih perizinan yang banyak terjadi hingga menimbulkan konflik di lapangan.

UN Comtrade, lembaga Perserikatan Bangsa Bangsa yang mencatat transaksi perdagangan dunia, sudah lama menempatkan Indonesia sebagai salah satu negara dengan perputaran uang gelap terbesar di dunia.

Modus operandinya adalah dengan melakukan trade misinvoicing transaksi ekspor-impor t erutama komoditas untuk penghindaran pajak melalui penggerusan basis pajak dan pemindahan keuntungan. Beberapa potensi kehilangan pajak yaitu untuk impor yaitu PPN (11%) dan PPH 22 (2,5%) di sisi lain untuk ekspor yaitu royalti (5%) dan PPH (1,5%).

Menurut lembaga penelitian The Prakarsa, dari trade misinvoicing dua komoditas batubara dan perikanan saja, negara mengalami kehilangan pendapatan selama 10 tahun dari 2012-2021 senilai US$5,58 miliar atau Rp74 triliun, setara 3,7% penerimaan negara tahun 2021.

Pemerintah sudah lama menyadari hal ini. Pada awal memerintah tahun 2014, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah berjanji untuk menyiapkan sejumlah strategi untuk mengatasi persoalan tersebut, salah satunya akan memberantas mafia SDA dan menegakan hukum tanpa kompromi.

“Saya akan bentuk Satgas (Anti) Mafia Sumber Daya Alam yang langsung bertanggung jawab kepada saya,” ujar Jokowi waktu itu.

Tapi, realisasi rencana pembentukan Satgas Mafia SDA sampai saat ini tidak pernah ada juntrungannya. Begitu juga dengan penegakan hukum tanpa kompromi. Masyarakat justru menjadi pesimis karena melihat pemerintah bersama legislatif justru melemahkan KPK melalui revisi UU KPK pada 2019. Pelemahan KPK tentu menguntungkan mafia SDA.

Ruang kerjasama pemburu rente dan penyelenggara negara pun makin lebar sehingga makin sulit bagi Indonesia untuk mengatasi masalah utama bangsa ini yaitu korupsi dan kemiskinan. Maka jangan heran jika terkuak nilai transaksi mencurigakan Rp349 triliun yang sebagian besar ada di lingkungan Kementerian Keuangan seperti dirilis Menko Polhukam Mahfud MD. Julukan Indonesia sebagai “Surga Dunia” pun baru dinikmati oleh mafia SDA, pemburu rente, dan penyelenggara negara yang korup. Belum menjadi “Surga Dunia” bagi sebagian besar rakyat Indonesia.

indonesiamafiamafia pajakSDAsurga dunia mafia
Comments (0)
Add Comment