Sukses Jaga Kualitas Kredit, LAR BRI Turun Jadi 13,87 Persen

Jakarta— PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk atau BRI menyatakan mampu menjaga kualitas kreditnya pasca krisis ekonomi akibat pandemi Covid-19.

Direktur Manajemen Risiko BRI Agus Sudiarto menjelaskan, hingga kuartal III/2023 BRI berhasil memperbaiki loan at risk (LAR) menjadi 13,87% (bank only). Rasio LAR tersebut menurun jika dibandingkan dengan September tahun lalu yang sebesar 19,28%.

“Oleh karena itu kami optimistis bahwa tahun depan LAR BRI akan kembali ke posisi normal seperti sebelum pandemi. Di kisaran 9% sampai 10%,” ujarnya, Selasa (7/10/2023).

Ia menyebut LAR perseroan pada 2018 hanya 9,17%. Pada tahun berikutnya tak berbeda jauh, yaitu 9,78%. Setelah Indonesia dilanda pandemi pada 2020, LAR BRI melonjak menjadi 28,26%. Tahun 2021 persentasenya menurun menjadi 24,11%. Sementara sepanjang tahun lalu turun menjadi belasan persen yaitu 17,11%.

Membaiknya LAR diikuti juga dengan kualitas NPL yang terjaga. Hingga akhir September 2023 NPL BRI tercatat sebesar 3,07%, atau lebih rendah 2bps dari periode yang sama tahun lalu.

Penurunan NPL itu disebabkan BRI sedang melakukan upaya bersih-bersih portofolio kredit. Utamanya kredit restrukturisasi terdampak Covid sebagai bagian dari soft-landing strategy yang diimplementasikan sejak tahun lalu.

“Tentunya, upaya ini membutuhkan cadangan risiko kredit yang cukup. Di mana BRI telah melakukan pembentukan biaya CKPN yang besar selama periode pandemi sampai 2022. Dengan meningkatkan rasio Loan Loss Reserves (LLR) dari 4,4% di tahun 2019 menjadi 8,21% di tahun 2022,” lanjut Agus.

Dengan front loading yang dilakukan pada 2020-2022, upaya untuk menjaga kualitas kredit berdampak baik terhadap cost of credit (CoC) BRI.

Adapun CoC BRI hingga kuartal III/2023 berada di level 2,44%. Rasio itu membaik jika dibandingkan pada periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai 3,02%.

Di sisi lain, sebagai bagian dari soft landing strategy, BRI juga tetap menyediakan pencadangan yang memadai. Di mana sampai September 2023, LAR Coverage BRI mencapai 50,92%, dan akan tetap dijaga di atas 50%.

Namun karena upaya bersih-bersih, portfolio tersebut dilakukan antara lain melalui hapus buku pinjaman NPL. Maka NPL Coverage BRI turun ke level 228,65%. Namun demikian rasio tersebut masih lebih tinggi dibandingkan level pre-pandemic sebesar 185,9% di 2018 dan 154,63% di tahun 2019.

Di sisi lain, lanjut Agus, penurunan NPL coverage merupakan strategi BRI untuk melakukan hapus buku terhadap kredit-kredit UMKM. Kredit UMKM itu terutama di segmen mikro dan kecil, yang terdampak Covid-19 dan tidak dilakukan restrukturisasi lanjutan.

Maka, strategi BRI dalam menghadapi kondisi saat ini sejalan dengan kebijakan relaksasi dari OJK yang akan berakhir di Maret 2024.

Sebab, lanjut dia, dampak dari pandemi Covid-19 terhadap kredit yang direstrukturisasi belum tentu 100% berhasil. Dengan LLR di kisaran 7,0% atau jauh diatas rasio tahun-tahun sebelum pandemic yaitu 3,0% hingga 4,5%.

Bahkan, khusus LLR pada portofolio kredit restrukturisasi Covid mencapai level 34,7%. Maka cadangan kerugian kredit BRI masih dirasa cukup untuk meng-cover potensi pemburukan di tahun 2024.

“Dengan posisi LAR Coverage di atas 50% dan NPL Coverage di atas 200% cadangan BRI masih cukup untuk mengantisipasi risiko pemburukan di tahun 2024”, pungkas Agus. (*) RAL

BRIBRImoloan at risk/LARloan to deposit ratio/LDRSunarso
Comments (0)
Add Comment