Jakarta— Suhu bumi di bulan September tahun ini mencapai titik terpanasnya hingga 1,75 derajat Celsius.
Berdasarkan catatan dari EU’s Copernicus Climate Change Service (C3S), tingginya temperatur itu menembus batas aman Paris Agreement yaitu 1,5 derajat Celsius.
Pakar Lingkungan Universitas Indonesia Mahawan Karuniasa menjelaskan, suhu rata-rata global sepanjang Januari – September mencapai 1,40 derajat Celcius di atas level dasar.
Angka ini lebih tinggi dibandingkan rata-rata suhu di masa revolusi industri.
“Perkembangan ini mengagetkan dan perlu disikapi dengan sangat serius,” ujarnya dalam Seminar Pendanaan Berkelanjutan Untuk Transisi Energi di Kampus UI Salemba, Jumat, (6/10/2023).
Mahawan bercerita, emisi nasional Indonesia mengalami peningkatan pada 2021 setelah menurun drastis di 2020 akibat pandemi Covid-19, di mana La Nina terjadi pada tahun tersebut.
Di 2021, emisi total Indonesia mencapai 1,14 Gigaton CO2e dengan emisi sektor AFOLU masih bertambah 21 Megaton CO2e menjadi 891 Megaton CO2e.
“Dengan adanya El Nino pada tahun 2023 ini dikhawatirkan emisi sektor AFOLU akan mengalami peningkatan jika tidak diimbangi dengan penanaman dan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan yang memadai,” sambungnya.
Selain karena faktor El Nino, emisi dari sektor energi juga terus meningkat menjadi 596 Megaton CO2e pada 2021. Sumber emisi sektor energi diprediksi akan terus bertambah dan mencapai 58% pada kondisi business as usual di 2030.
“Karena hasil laporan Global Stock Take UNFCCC tahun 2023, menguak bahwa emisi global yang didominasi dari bahan bakar fosil tidak sejalan dengan target 1,5 derajat Celsius Paris Agreement,” jelasnya.
Menurutnya, pemanasan global berpotensi besar menembus 1,5 derajat Celsius secara permanen.
Oleh karena itu, ia mendorong pemerintah untuk melakukan percepatan transisi energi dengan membuka lebar-lebar keran investasi energi bersih sangat dibutuhkan. (*) RAL