Strategi Dual Growth Pertamina Jadi Motor Transisi Energi Indonesia

  • Pertamina percepat transisi energi melalui strategi dual growth dan pengembangan energi bersih nasional.
  • Fokus pada geothermal, surya, biofuel, hidrogen, hingga e-fuel untuk capai target net zero 2060.
  • Kolaborasi dengan Longi dan PLN dorong energi hijau kompetitif dan berkelanjutan.

Jakarta – PT Pertamina (Persero) memperkuat komitmennya terhadap transisi energi nasional melalui strategi pertumbuhan ganda (dual growth strategy).

Langkah ini dirancang untuk memastikan keseimbangan antara ketahanan energi nasional dan percepatan penggunaan energi bersih menuju target net zero emission pada 2060 atau lebih cepat.

CEO Pertamina New & Renewable Energy (Pertamina NRE), John Anis, menegaskan strategi tersebut mengombinasikan penguatan bisnis energi fosil yang lebih bersih dengan percepatan pengembangan energi rendah karbon.

“Bisnis fosil masih menjadi tulang punggung pendapatan, sementara hasilnya digunakan untuk membiayai pengembangan bisnis energi hijau,” ujarnya dalam Forum Diskusi “Synergizing Energy, Finance & Agribusiness for a Greener Future” yang diselenggarakan Infobank Media Group dan Kemenpora di Jakarta, Jumat (31/10/2025).

Pertamina kini aktif mengembangkan portofolio energi bersih seperti panas bumi (geothermal), tenaga surya, biofuel, gas to power, hidrogen, hingga bahan bakar sintetis (e-fuel).

Melalui Pertamina Geothermal Energy (PGE), perusahaan mengoperasikan kapasitas 727 megawatt (MW) dengan total hampir 2,8 gigawatt (GW) termasuk kerja sama tidak langsung.

Potensi panas bumi nasional mencapai 24 GW, namun baru 11 persen yang dimanfaatkan. Pertamina bersama PLN tengah menyiapkan tambahan kapasitas 3 GW.

Untuk energi surya, Pertamina bekerja sama dengan perusahaan asal Tiongkok, Longi. Kedua belah pihak membangun pabrik panel surya di Indonesia yang ditargetkan mulai produksi pada 2026.

“Harga panel surya kini semakin kompetitif, sehingga bisa menghasilkan listrik yang lebih murah,” tambah John.

Sementara di sektor penyimpanan energi, Pertamina bersama Indonesian Battery Corporation (IBC) mengembangkan baterai berbasis nikel guna menekan sifat intermiten dari energi terbarukan.

Selain itu, Pertamina terus memaksimalkan peran gas to power sebagai solusi transisi yang lebih ramah lingkungan dibanding batu bara.

John juga mengungkapkan, Pertamina sedang meneliti potensi green hydrogen dan e-fuel sebagai bahan bakar masa depan.

“Pengembangan hidrogen masih menghadapi tantangan biaya tinggi. Tapi kami terus menjajaki kolaborasi dengan penyedia teknologi dan lembaga keuangan hijau untuk menurunkan harga,” ujarnya.

Dalam hal bioenergi, Indonesia telah mencapai penggunaan biodiesel B40 dan sedang menuju B50 agar ketergantungan impor dapat ditekan.

Pertamina juga menyiapkan pengembangan bioetanol yang sudah menjadi bahan bakar wajib di banyak negara.

Langkah strategis ini menegaskan peran Pertamina sebagai motor utama transisi energi nasional sekaligus penggerak ekonomi hijau Indonesia. (*) Ari Astriawan

Editor: Ranu Arasyki Lubis

AliRun cinta bumienergi berkelanjutanenergi terbarukanPertamina
Comments (0)
Add Comment