Jakarta — Siapa sangka, Dato’ Sri Tahir, pendiri Tahir Foundation dan Mayapada Group, yang kemarin memberikan donasi Rp7,5 miliar untuk rumah sakit di Gaza Palestina, adalah seorang anak tukang becak.
Tahir yang lahir di Surabaya, 26 Maret 1952 hidup dalam keterbatasaan saat kecil. Tinggal di rumah petak di Surabaya, ayahnya menyewakan becak, sementara ibunya membantu mengecat becak.
Meski anak tukang becak, Tahir memiliki cita-cita tinggi: menjadi dokter. Sayang, saat lulus SMA Kristen Petra Surabaya, ayahnya jatuh sakit. Alih-alih melanjutkan kuliah, untuk makan sehari-hari saja sulit. Padahal, dia siswa berprestasi.
Pada titik itu, dia merasakan beratnya menjadi orang miskin. Bahkan, dia sampai memandang orang kaya sebagai antagonis. Dia merasa komunitasnya adalah orang-orang papa.
Tapi, Tahir tak mau menyerah. Dia lantas mengambil-alih tanggung jawab ayahnya. Meneruskan usaha ayahnya dan mengembangkan. Saat usia 20 tahun, dia berhasil memperoleh beasiswa kuliah bisnis di Nanyang Technological University di Singapura.
Saat kuliah naluri bisnisnya semakin terasah. Dia mulai bisnis jual beli. Beli barang di Singapura, jual di Indonesia. Setelah lulus, naluri bisnisnya yang tajam semakin membuat usahanya berkembang, dimulai dengan mendirikan Mayapada tahun 1986.
Sejak itu, usahanya semakin tak terbendung. Mulai bisnis keuangan hingga kesehatan. Saat ini, dia masuk jajaran 10 orang terkaya di Indonesia. Menurut Forbers Billionaries, ia masuk peringkat 569 dunia. Hal ini didasarkan pada harta kekayaannya yang mencapai 4,2 miliar USD atau sekitar Rp62,9 triliun
Meski sudah tajir mlintir, Tahir tetaplah Tahir: sosok yang rendah hati, mudah tersentuh melihat penderitaan orang lain, dan super-hamble. Dia begitu dekat dengan orang-orang yang pernah dikenalnya.
Seperti kemarin, usai memberikan donasi di Kedubes Palestina. Saat beranjak menuju mobilnya, Tahir berpapasan dengan Yuwono Triatmodjo, jurnalis Kontan. Spontan dia memekik kecil, “Hai, My Brother!”
“Pak Tahir orang yang sangat baik. Waktu musim Covid kemarin, ada kawan saya sedang hamil terkena Covid parah. Cari rumah sakit sulit. Saya telepon beliau, dan benar-benar dibantu sampai sembuh,” papar Yuwono.
Banyak testimoni orang-orang biasa, yang mengaku pernah dibantu Tahir. Penderitaan dan hinaan yang dia alami semasa kecil membentuknya menjadi sosok yang begitu peduli kepada orang lain yang membutuhkan bantuan.
“Saya merasa, habitat saya orang-orang lemah yang sedang tertekan dan membutuhkan bantuan. Saya merasa bahagia bisa membantu mereka,” ujarnya. DW