Jakarta – Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengungkapkan, mayoritas perbankan nasional tidak serius membiayai proyek smelter yang telah berjalan di Indonesia.
Padahal, menurut dia pembangunan smelter merupakan penggerak industri hilirisasi yang kini tengah menjadi fokus pemerintah dan diyakini sangat menguntungkan di masa mendatang.
Rendahnya minat bank untuk mengalirkan kredit di sektor ini membuat proyek smelter sepenuhnya dimiliki asing.
“Kita selama ini protes, kenapa sih pak smelter-nya dari asing semua? IUP itu sebagian besar punya orang Indonesia. Tapi untuk smelter itu sedikit yang punya orang Indonesia. Pertama adalah memang perbankan kita yang belum secara sungguh-sungguh membiayai smelter. Sementara kan tidak bisa dibandung lewat APBN,” kata Bahlil dalam acara Investasi Penggerak Pertumbuhan Ekonomi, Kamis (16/2/2023)
Bahlil menyentil bank-bank Himbara yang selama ini memiliki ekuitas besar, tetapi tidak kunjung mengucurkan kredit untuk pembangunan proyek hilirisasi. Bahlil heran, pembiayaan proyek smelter justru sangat diminati oleh bank-bank asing yang memiliki ekuitas 10%. Hal itulah yang menjadikan 90% smelter di Indonesia untuk nikel masih dikuasai oleh asing, sedangkan 80% Izin Usaha pertambangan (IUP) dimiliki warga Indonesia.
“Jadi keliru orang mengatakan, IUP ini dikasih ke asing. Yang benar itu adalah smelter–nya [dimiliki] asing. Itu benar. Ya semuanya, mau bagaimana lagi? Credit lending kita Rp7.000 triliun. Mungkin sekitar Rp500-600 triliun kredit yang dibawa ke luar negeri. Kredit untuk UMKM enggak lebih dari 19%. Berarti ada Rp5.000 triliun lebih credit lending di sektor yang lain, cek berapa untuk sektor hilirisasi. Jadi ini kesalahan kita juga,” tukasnya.
Bahlil mengimbau perbankan segera melakukan relaksasi regulasi dan memberikan kredit dengan equity yang terjangkau. Ini dimaksudkan agar semua proyek smelter dimiliki oleh Indonesia.
Di kesempatan yang sama, Bahlil mengemukakan bahwa pemerintah akan tetap konsisten mendorong sektor hilirisasi untuk menciptakan lapangan pekerjaan sekaligus mendorong green energy dan green industry.
“Kita akan konsisten untuk melarang beberapa komoditas yang sudah diputuskan oleh Bapak Presiden. Tahun ini bauksit dan tembaga akan kita selesaikan secara seksama. Kalau tembaga mungkin bulannya yang harus kita bicarakan, tapi kalau bauksit sudah kita putuskan karena smelter wajib untuk kita lakukan,” tegasnya.
Selanjutnya, kata dia, di tahun ini pemerintah akan fokus mendorong investasi di sektor pangan, perikanan, dan perkebunan. Investasi untuk mendongkrak sektor tersebut membutuhkan dana yang cukup besar, hingga US$545,3 miliar.
“Dan pasti tempatnya berbeda-beda berdasarkan study FS yang dilakukan pelaku usaha dan pemerintah daerah. Ini investasinya gede US$545,3 miliar sampai dengan 2040. Ini adalah sebagai syarat untuk negara kita dari negara berkembang menjadi negara maju untuk Indonesia emas pada 2045, dan ini kita harus setting mulai dari sekarang,” ungkapnya. (*)
Writer: Ranu Arasyki