Jakarta – Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) dan Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong telah meneken sejumlah kerja sama bilateral yang berhubungan dengan wilayah udara, esktradisi, dan pelatihan militer.
Dikutip dari website resmi Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI, Indonesia dan Singapura resmi menerapkan tiga perjanjian yakni Perjanjian Penyesuaian Layanan Ruang Udara (Re-Allignment Flight Information Region/FIR), Perjanjian Kerja Sama Pertahanan (Defence Cooperation Agreement/DCA), dan Perjanjian Ekstradisi (Extradition Treaty) secara serempak pada 21 Maret 2024.
Implementasi dari ketiga agreement itu adalah hasil proses negosiasi dan diplomasi yang panjang antara Indonesia dengan Singapura. DCA misalnya, adalah agreement yang pertama kali ditandatangani oleh menteri pertahanan dari kedua negara pada 27 April 2007 di Tampak Siring, Bali. Disusul oleh penandatanganan Perjanjian FIR dan Ekstradisi saat Leaders’ Retreat di Bintan pada 25 Januari 2022.
Indonesia telah menyelesaikan proses domestik untuk FIR melalui Peraturan Presiden No. 109 tahun 2022, DCA melalui UU No. 3 tahun 2023, dan Esktradisi melalui UU No. 5 tahun 2023.
Ketiga perjanjian itu sangatlah penting bagi Indonesia maupun Singapura, karena menjadi titik temu dari negosiasi yang alot selama ini. Ketiga kesepakatan bilateral itu menciptakan keamanan dan efisiensi layanan navigasi di ruang udara, kolaborasi yang erat di bidang pertahanan, dan penegakan hukum melalui ekstradisi.
Dan salah satu isu strategis dan sensitif di antara tiga perjanjian tersebut adalah soal Kerja Sama Pertahanan (Defence Cooperation Agreement/DCA). Berikut adalah poin-poin penting dalam Perjanjian Kerja Sama Pertahanan (Defence Cooperation Agreement/DCA) tersebut:
Fasilitas Latihan Bersama
Berdasarkan salinan kerja sama Perjanjian Antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Singapura Tentang Kerja Sama Pertahanan, disebutkan beberapa poin terkait fasilitas latihan bersama militer kedua negara di Indonesia.
Perjanjian tersebut diketahui ditandatangani pada 27 April 2007 di Tampak Siring, Bali oleh Menteri Pertahanan kedua negara yakni Juwono Sudarsono dan Teo Chee Hean. Adapun, salinan kerja sama ini tidak terlepas dari UU Nomor 3 Tahun 2023 yang diteken Presiden Jokowi pada 3 Januari 2023. Dalam Pasal 3 salinan kerja sama pertahanan Indonesia-Singapura disebutkan bahwa pembangunan daerah latihan bersama dan fasilitasnya di Indonesia untuk penggunaan latihan bersama atau oleh salah satu pihak, baik TNI dan Angkatan Bersenjata Singapura sebagai berikut:
1. Pemulihan dan pemeliharaan Air Combat Manoeuvring Range (selanjutnya disebut ACMR) serta infrastruktur dan instrumen terkait.
2. Pembangunan Oveland Flying Training Area Range (selanjutnya disebut OFTA).
3. Pengoperasian dan pemeliharaan Siabu Air Weapons Range (selanjutnya disebut AWR).
4. Penetapan Pulau Kayu Ara sebagai daerah untuk melaksanakan pelatihan Bantuan Tembakan Laut.
5. Pemberian bantuan teknis Angkatan Laut dan akses pada fasilitas latihan Angkatan Laut.
6. Pengembangan dan penggunaan Daerah Latihan di Baturaja.
7. Keberlanjutan pemberian bantuan pelatihan oleh Angkatan Bersenjata Singapura kepada TNI pada latihan di bidang simulator termasuk kursus-kursus tehnik dan akademik.
Izin Latihan Militer Singapura dan Negara Lain di Wilayah Indonesia
Dalam perjanjian yang berlaku selama 25 tahun ini, disepakati penetapan akses dan penggunaan wilayah udara dan laut lndonesia untuk latihan oleh Angkatan Bersenjata Singapura.
Kesepakatan ini termasuk mengijinkan pesawat Angkatan Udara Singapura untuk melaksanakan tes kelayakan terbang, pengecekan teknis dan latihan terbang dalam wilayah udara yang disebut Daerah Alpha Satu.
Selanjutnya, mengijinkan pesawat Angkatan Udara Singapura untuk melaksanakan latihan dan pelatihan militer di wilayah udara Indonesia di Daerah Alpha Dua dan mengijinkan kapal Angkatan Laut Singapura untuk melakukan manuver laut dan latihan termasuk menembak dengan peluru tajam, bersama dengan pesawat Angkatan Udara Singapura, di wilayah udara dan perairan lndonesia pada Area Bravo.
“Angkatan Laut Singapura dengan dukungan Angkatan Udara Singapura dapat melaksanakan latihan menembak peluru kendali sampai dengan 4 kali latihan dalam setahun di Area Bravo. Angkatan Laut Singapura akan memberi informasi kepada TNI-AL apabila akan melaksanakan latihan menembak dengan peluru kendali,” bunyi bagian huruf b dalam perjanjian kerja sama tersebut.
Lebih lanjut, disepakati pula bahwa Angkatan Bersenjata Singapura dapat melaksanakan latihan atau berlatih dengan Angkatan Bersenjata dari negara lain di wilayah udara Indonesia pada daerah Alpha Dua, dan di perairan dan wilayah udara Indonesia pada daerah Bravo, dengan persetujuan lndonesia.
Alpha Satu berlokasi di sekitar Pulau Tebing Tinggi, Riau. Lalu, Alpha Dua dan Bravo di Laut Natuna. Alpha Dua di timur Singapura, di sekitar Laut Natuna. Kemudian Bravo di sekitar area barat daya, dari Pulau Sedanau, di Kepulauan Riau.
lndonesia sendiri dapat melakukan peninjauan latihan dengan mengirim para peninjaunya. Indonesia dapat berpartisipasi pada latihan tersebut setelah berkonsultasi di antara para pihak. Personil dan perlengkapan angkatan bersenjata dari negara lain yang melaksanakan latihan bersama Angkatan Bersenjata Singapura di wilayah udara dan perairan Indonesia akan diperlakukan sama seperti perlakuan pada personil dan perlengkapan Angkatan Bersenjata Singapura.
FIR dan Ekstradisi
Pemerintahan Presiden Joko Widodo resmi merebut ruang udara wilayah Kepulauan Riau dan Natuna, yang sebelumnya dikuasai oleh Singapura.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Pandjaitan mengatakan International Civil Aviation Organization (ICAO) telah menyetujui proposal pengalihan Flight Information Region (FIR) dari Singapura ke Indonesia sejak 11 Januari 2024.
“60 hari setelah diterbitkannya informasi terkait perubahan tersebut, wilayah udara Indonesia yang tadinya ditetapkan sebagai FIR Singapura, kembali sepenuhnya menjadi FIR Indonesia,” ucapnya dalam akun Instagram resminya, dikutip Selasa (26/3).
Sebelumnya, Singapura memiliki kendali atas ruang udara di atas wilayah Kepulauan Riau dan Natuna pada ketinggian 0 – 37.000 kaki.
Selain perjanjian FIR, perjanjian kerja sama pertahanan dan ekstradisi buronan antara Indonesia dan Singapura juga diberlakukan.
Kerangka perjanjian yang tertuang dalam perjanjian ekstradisi akan mengakomodasi 31 jenis tindak pidana serta bentuk kejahatan lain yang tidak disebutkan secara lugas di dalamnya.
Artinya, kerja sama yang dibangun akan bersifat adaptif yang memungkinkan perjanjian ini mengikuti bentuk dan modus kejahatan yang terus berkembang. Selain itu pemberlakuan masa retroaktif hingga 18 tahun (dari semula hanya 15 tahun) memungkinkan penyelarasan dengan ketentuan hukum pidana nasional.
“Perjanjian ekstradisi juga sudah mulai bisa kita gunakan untuk mengejar buronan-buronan yang lari ke Singapura. Kita tidak akan memberi ruang buat mereka, kita dorong perjanjian ini bisa sangat adaptif dengan perubahan apalagi modus kejahatan saat ini kan terus berkembang,” jelas Luhut. SW