Jakarta – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengingatkan bahwa industri asuransi Indonesia masih memiliki pekerjaan rumah (PR) besar dalam menutup celah perlindungan atau protection gap terhadap lima jenis risiko utama yang sangat krusial bagi masyarakat.
Dalam acara “Non-Bank Financial Forum 2025” yang diadakan Infobank Media Group di Hotel Indonesia Kempinski Jakarta, Jumat (1/8), Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK, Ogi Prastomiyono membeberkan bahwa lima risiko ini belum sepenuhnya dijawab oleh produk-produk asuransi yang tersedia saat ini.
“Kalau kita bicara protection gap, maka ada lima area yang sangat perlu perhatian serius. Dan ini bukan hanya tantangan industri, tapi juga risiko nasional,” ujarnya.
Pertama, adalah risiko bencana alam. Indonesia yang berada di ring of fire memiliki kerentanan tinggi terhadap gempa bumi, tsunami, dan letusan gunung berapi, namun belum memiliki skema perlindungan bencana yang komprehensif.
“Kita punya Maipark, tapi itu pun baru mencakup gempa bumi,” ungkap Ogi.
Kedua, adalah risiko kematian atau mortality risk, di mana keluarga kehilangan sumber penghasilan utama tanpa memiliki perlindungan yang memadai.
“Ini bisa berdampak pada kemiskinan baru jika kepala keluarga meninggal tanpa proteksi,” katanya.
Risiko ketiga adalah serangan siber atau cyber risk. Seiring dengan digitalisasi ekonomi, potensi kerugian akibat kejahatan siber meningkat, namun masih sangat sedikit produk asuransi yang melindungi risiko ini.
Keempat, risiko kesehatan. Ogi menekankan bahwa kebutuhan masyarakat terhadap perlindungan kesehatan semakin tinggi, namun belum sepenuhnya dijawab oleh industri asuransi, baik dari sisi akses maupun kecocokan manfaat.
Terakhir, adalah risiko hari tua atau retirement saving. Rendahnya kesadaran masyarakat dalam menyiapkan dana pensiun membuat banyak orang tua menjadi beban finansial anak-anaknya.
“Inilah yang disebut sebagai fenomena sandwich generation,” jelas Ogi.
Dia menegaskan bahwa kelima area tersebut harus menjadi fokus pengembangan produk asuransi ke depan. Menjawab celah perlindungan ini bukan hanya soal kewajiban sosial, tapi juga peluang bisnis yang besar bagi pelaku industri.
“Kita dorong inovasi produk yang menjawab kebutuhan nyata. Itu bagian dari ruang tumbuh yang harus segera dimanfaatkan,” pungkas Ogi. ASP