Jakarta— Petinggi PT Sritex memang kebangetan: kredit dari 28 bank dengan alasan untuk modal kerja ternyata digunakan untuk membayar utang dan beli tanah, seperti di Solo dan Yogyakarta.
Makanya, Komisaris Utama Sritex Iwan Setiawan Lukminto langsung ditetapkan sebagai tersangka.
Sebab, kreditnya di antaranya dari dua bank milik pemerintah daerah (BPD), sehingga dikategorikan korupsi.
Pinjaman dari dua BPD, yaki Bank BJB dan Bank DKI, total sebesar Rp 692 miliar.
Bank BJB senilai Rp543 miliar dan Bank DKI sebesar Rp149 miliar. Nilai kredit Rp692 miliar itu seharusnya dipakai Iwan untuk modal kerja Sritex, yang sedang mengalami masalah keuangan.
“Terdapat fakta hukum bahwa dana tersebut tidak dipergunakan sebagaimana tujuan dari pemberian kredit yaitu untuk modal kerja, tetapi disalahgunakan untuk membayar utang dan membeli aset nonproduktif, sehingga tidak sesuai dengan peruntukan yang seharusnya,” kata Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Abdul Qohar, seperti dikutip Jumat (23/5).
Hasil pengusutan Kejagung menemukan Iwan justru menggunakan dana pinjaman dari Bank BJB dan Bank DKI itu untuk membeli tanah.
“Ada beberapa tempat, ada yang di Jogja, ada yang di Solo. Jadi nanti pasti akan kita sampaikan semuanya,” ungkap Qohar.
Penyebab Kredit Macet Sritex
Menurut Abdul Qohar, kasus ini berawal saat Sritex menerima pinjaman uang dari sejumlah bank.
Kredit diberikan dari himpunan bank milik negara hingga bank pemerintah daerah.
Pelunasan kredit itu mengalami masalah hingga jumlah yang belum dilunasi pada Oktober 2024 mencapai lebih dari Rp3,5 triliun.
“Penyidik memperoleh alat bukti yang cukup telah terjadi tindak pidana korupsi dalam pemberian kredit dari beberapa bank pemerintah,” ujar Qohar.
Menurut sumber The Asian Post, Sritex terlilit utang karena ada pemesan APD (Alat Pelindung Diri) saat musim Covid-19 lalu.
“Kabarnya itu pesanan pemerintah. Ketika Covid-19, pemerintah tak membayar sesuai pesanan sehingga kreditnya macet di kedua bank BPD tersebut,” ungkap sumber yang tidak mau disebutkan jati dirinya. (DW)