Jakarta – Demo massa Gen Z yang merontokkan pemerintahan Nepal ternyata dipicu oleh “Nepo Baby”, sebutan untuk anak-anak pejabat di Nepal yang memamerkan kekayaan orangtuanya.
Bagaimana di Indonesia?
Istilah Nepo Baby kali pertama populer di Hollywood untuk menyebut anak-anak selebritias Amerika yang nebeng popularitas melalui orangtuanya yang artis atau aktor.
Dalam konteks Nepal, Nepo Baby di sana diidentikkan dengan anak-anak atau cucu pejabat yang hidup glamour, memamerkan gaya hidup mewah di medsos, sehingga memunculkan kecemburuan sosial.
Sebab, di saat yang sama, rakyat kebanyakan di Nepal sedang dalam kondisi sulit ekonominya. Boro-boro untuk plesiran, beli barang merah, pesta-pesta, dan memakai fashion branded, untuk makan saja sulit.
Beberapa Nepo Baby di Nepal yang memicu kecemburuan sosial di antaranya, Saugat Thapa, anak Menteri Hukum Nepal Bindu Kumar Thapa; Shrinkhala Khatuwada, anak mantan Menkes Nepal Birodh Khatiwada; Smita Dahal, cucu mantan PM Nepal Pushpa Kamal Dahal; dan Shivana Shrestha, menantu mantan PM Nepal Sher Bahadur Deuba.
Kondisi ekonomi di Nepal juga sedang tidak baik-baik saja. Gen Z sulit mencari lapangan kerja, yang sudah kerja kena PHK, dan ironisnya korupsi dilakukan secara kasat mata yang membuat rakyat geram.
Nepo Baby di Indonesia
Menurut analis komunikasi politik Merdeka Institute, Mulia Siregar, kondisi di Nepal mirip dengan kondisi Indonesia saat ini, di mana lapangan kerja sulit, PHK dimana-mana, dan kesenjangan sosial semakin lebar.
“Nepo Baby di Indonesia juga banyak, mereka adalah anak-anak politisi dan pejabat yang menikmati popularitas karena orangtuanya. Bahkan menikmati fasilitas negara karena jabatan orangtuanya,” ujar Mulia Siregar kepada The Asian Post, Jumat (12/9).
Gaya hidup mewah anak-anak politisi dan pejabat di Indonesia, lanjut Mulia, rentan memicu kecemburuan sosial, apalagi di era medsos yang nyaris tanpa sensor seperti sekarang ini.
“Anak-anak pejabat mendapat kemewahan, dan bahkan kekebalan hukum serta kemudahan-kemudahan karena penyalahgunaan kekuasaan oleh orangtuanya, membuat muak masyarakat yang sedang sulit ekonominya,” ujar Mulia.
Menurut Mulia, peristiwa miris di Nepal, seperti perundungan pejabat oleh massa, bisa menjadi warning bagi pejabat di Indonesia agar tak lagi melakukan tindakan yang memicu kemarahan rakyat.
“Presiden Prabowo bisa menjadikan kasus di Nepal sebagai momentum untuk membersihkan pejabat-pejabat korup di pemerintahannya. Ini cara paling efektif untuk menumbuhkan trust dari rakyat banyak,” tutupnya. (DW)