Meski Tumbuh, Aset Industri Keuangan Syariah RI Masih Kalah Dibanding Malaysia dan Negara Lain

Jakarta— Industri keuangan syariah memiliki daya tahan yang kuat terhadap krisis global, bahkan pada saat industri nasional dihantam gelombang Covid-19.

Meski secara nasional terus bertumbuh, namun keuangan syariah Indonesia ternyata masih tertinggal dibandingkan negara-negara lainnya.

Berdasarkan data Islamic Financial Development (IFD) Report 2023, skor keuangan syariah Indonesia menempati urutan ketiga terbesar setelah Malaysia dan Arab Saudi.

Sementara jika dilihat berdasarkan total aset, Indonesia masih berada di urutan terbawah, menduduki posisi ke-7 setelah Iran, Arab Saudi, Malaysia, Uni Emirat Arab, Qatar, dan Kuwait.

Deputi Komisioner Pengawas Bank Pemerintah dan Syariah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Bambang Widjanarko mengatakan, dari total market di industri keuangan, pangsa pasar keuangan syariah Indonesia masih 10,94%.

“Ini kalau kita total dari seluruh aset yang ada, memang keuangan syariah secara konsolidasi nasional Sukuk adalah yang paling besar. Kemudian kalau agak spesifik, perbankan di urutan ke-9 dan beberapa IKNB dan pasar modal,” ujarnya dalam Infobank – The Asian Post BUMN & Financial Sharia Awards 2023, di Hotel Kempinsky Jakarta, Rabu (27/9/2023).

Khusus perbankan, sekitar lebih dari 7,3% dari seluruh total perbankan nasional, persentasenya meningkat dari beberapa tahun yang lalu. Total aset perbankan syariah mencapai Rp822,53 triliun. Perbankan yang mengadopsi keuangan syariah itu 13 diantaranya ialah BUS, 20 UUS, dan 171 Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.

“Di perbankan tumbuh terus. Di sana ada yang karena kontribusi pertumbuhan organic yang dari awal memang BUS, kemudian ada yang konversi dari beberapa BPD, dan ada juga yang karena spin-off,” sambungnya.

Demikian di sisi pasar modal, jumlah saham syariah yang tercatat dalam daftar efek syariah konsisten menguat menjadi 18,56% dari total pasar modal.

Jika dirinci, saham syariah berjumlah 582 efek syariah mencapai Rp5 triliun, Sukuk Korporasi 238 efek mencapai Rp47,66 miliar, Reksa Dana Syariah 272 efek mencapai Rp42,95 miliar, Sukuk Negara 80 efek mencapai Rp1,37 triliun.

Di sektor IKNB, total aset syariah menembus Rp157,60 triliun atau sebesar 4,91% dari aset yang ada, di mana terdapat 58 perusahaan asuransi syariah, 42 perusahaan pembiayaan syariah, 9 perusahaan penjamin syariah, dan 7 perusahaan fintech syariah.

Konsolidasi & Pengembangan Produk Syariah

Bambang mengatakan, saat ini pihaknya terus memperkuat industri syariah agar memiliki ketahanan dan daya saing dalam berkompetisi. OJK akan mengeluarkan aturan baru yang khusus keuangan syariah, yang nanti akan memuat aturan mengenai peran dewan pengawas, pembentukan komite syariah, dan konsolidasi.

“Kalau kita kecil kena hujan angin bisa masuk angin. Dari beberapa penelitian di internal OJK, yang kecil itu rawan di risiko likuditas dan solvabilitas. Padahal likuditas dan solvabilitas ini awal dan ujung dari sebuah bank berakhir. Semakin kita kuat dan besar akan menjadi lebih tahan terhadap turbulesni. itu yang sedang kita bangun di sana,” jelasnya.

Maka dari itu, OJK berencana mengeluarkan aturan baru di keuangan syariah mengenai kemungkinan adanya konsolidasi, manajemen risiko, dan pengembagan pada produk-prouduk LJK syariah untuk meningkatkan keunikannya di sisi pengembangan.

Aturan yang akan diterbitkan itu juga akan memuat kemungkinan bank syariah dalam memperoleh pendanaan melalui dana sosial, nazhir (wakaf), dan sebagainya. Strategi mencari sumber dana ini diyakini akan memperkuat kemampuan perbankan syariah dan memacu pembiayaan. (*) RAL

industri keuangan syariahMahendra SiregarOJKperbankan syariahproduk halalSyariah
Comments (0)
Add Comment