Jakarta— Ketua Umum Partai Bulan Bintang (Ketum PBB) Yusril Ihza Mahendra melontarkan kritik atas putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memperbolehkan capres-cawapres berusia di bawah 40 tahun dengan syarat pernah/ sedang menjabat sebagai kepala daerah.
Yusril mengaku terkecoh atas putusan sebelumnya di mana MK menolak gugatan Nomor 29-51-55/PUU XXI/2023, sedangkan pada gugatan Nomor 90/PUU-XXI/2023, justru dikabulkan sebagian.
“Banyak orang yang terkecoh, termasuk saya, pada putusan MK yang pertama. Saya mengatakan pendapat MK akan terjadi Mahkamah Keluarga tidak terbukti, MK masih tetap menjadi lembaga yang menjaga konstitusi,” ujar Yusril kepada awak media, Selasa (17/10/2023).
Yusril terenyak saat MK memberi putusan terakhir atas judicial review dari mahasiswa Unsa Almas Tsaqibbirru. Dalam perkara pemohon, Almas Tsaqibbirru Re A meminta MK mengubah batas usia minimal capres-cawapres menjadi 40 tahun atau memiliki pengalaman sebagai kepala daerah baik tingkat provinsi, kabupaten atau kota.
Putusan MK ini menuurut Yusril justru merupakan antiklimaks terhadap tiga putusan sebelumnya. Ia memandang, putusan terakhir ini sebagai hal problematik. Bahkan, ia secara tegas menyatakan ada kecacatan hukum pada putusan tersebut.
“Boleh saya katakan putusan ini mengandung sebuah cacat hukum yang serius. Putusan ini bahkan mengandung sebuah penyelundupan hukum karena putusannya mengatakan mengabulkan sebagian,” paparnya.
Yusril yang juga seorang pakar hukum tata negara ini mengklaim, putusan MK tersebut bukanlah putusan bulat lantaran dalam putusan ada 3 hakim menyetujui, 2 hakim concurring opinion, dan 4 dissenting opinion.
“Kalau kita baca argumen yang dirumuskan dalam concurring, itu bukan concurring, itu dissenting. Kenapa yang dissenting dibilang concurring? Itulah yang saya katakan penyelundupan. Yang concurring jadi dissenting sehingga putusannya jadi 5:4,” terang Yusril.
Selanjutnya, kata Yusril, putusan MK itu harus ditindaklanjuti melalui revisi Peraturan KPU (PKPU). Jika revisi PKPU dilakukan, maka KPU harus berkonsultasi dengan DPR dan pemerintah dalam membuat aturan terkait pendaftaran capres-cawapres.
Yang menjadi persoalan, saat ini DPR masih dalam masa reses. Sementara pendaftaran capres-cawapres akan dibuka pada 19 Oktober 2023.
“Di dalam PKPU masih disebutkan syarat capres itu 40 tahun. Itu mungkin anggota KPU, Pak Hasyim ‘Kami akan segera ubah ya’. Anda harus segera ubah, karena apa? Ada putusan MK bilang begini, jadi harus diubah sebagai konsekuensi bukan karena ada diperintah MK untuk diubah,” jelasnya.
Lantas, jika aturan PKPU itu tidak dikonsultasikan dan diubah dengan DPR, maka perubahan yang ada akan dinilai cacat hukum. Hal ini bisa berbuntut pajang hingga pembatalan uji formil di tingkat Mahkamah Agung (MA) karena tidak tidak memenuhi syarat.
“Kapan Pak Haysim mau datang ke DPR? DPR sedang reses, apakah dalam waktu tiga hari ini bisa? Bisa panggil anggota DPR supaya tidak reses? Bisa Pak Haysim konsultasi, terus menuangkan PKPU sebelum tanggal 19 dibuka pendaftaran? Ini problem, saya ngomongin ini serius, sangat-sangat serius,” sambungnya.
Label Mahkamah Keluarga
Sebelumnya, Yusril sempat mengapresiasi putusan MK yang menolak gugatan atas UU Nomor 7 Tahun 2017 No dari Partai Solidaritas Indonesia (PSI) dan Partai Garuda.
Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan menolak gugatan mengenai batas usia capres dan cawapres Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu terkait batas usia minimal capres dan cawapres.
Saat itu, MK menyatakan syarat capres dan cawapres tetap diharuskan berusia minimal 40 tahun. Ketua MK, Anwar Usman yang juga merupakan ipar dari Presiden Jokowi mengatakan, pokok permohonan dari para pemohon tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya. Saat mendengar putusan itu, Yusril mengatakan bahwa label ‘mahkamah keluarga’ yang beredar luas terbantahkan.
“Jadi dugaan bahwa Anwar, Jokowi, Gibran dan bahkan Kaesang yang belakangan menjadi Ketua PSI sebagai Pemohon akan menjadikan MK sebagai Mahkamah Keluarga ternyata tidak terbukti,” kata Yusril dalam keterangannya, Senin (16/10/2023).
Namun, di hari yang sama, MK mengabulkan judicial review dari mahasiswa Universitas Surakarta (Unsa) Almas Tsaqibbirru yang meminta agar pejabat yang berpengalaman sebagai kepala daerah di bawah usia 40 tahun bisa menjadi capres dan cawapres.
Secara tidak langsung, Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka mendapatkan tiket untuk memenuhi syarat sebagai cawapres. Alhasil, Yusril pun menyayangkan putusan MK tersebut dan menyebut ada indikasi kecatatan dan penyeludupan hukum. (*) RAL