Oleh: Darto Wiryosukarto
Jakarta — Ketika Gibran Rakabuming resmi dicawapreskan oleh kubu Koalisi Indonesia Maju (KIM) untuk mendampingi Prabowo Subianto di Pilpres 2024, tombol perang Megawati Vs Jokowi ditekan, dan nyaris tak mungkin bisa di-cancel lagi.
Saya, sedikit banyak tahu karakter Megawati. Sejak 1999, kalau boleh mengklaim, saya sudah berada di lingkaran satu putri Bung Karno itu. Saya saat itu wartawan Tabloid Demokrat. Media kolaborasi Taufiq Kiemas (TK), suami Mega, dan koran Merdeka, yang saat itu sudah di bawah manajemen Jawa Pos Group.
Tabloid Demokrat nyaris seperti media resmi PDIP. Di mana ada kegiatan Megawati dan PDIP, dia ada di situ. Dia berjuang bersama Megawati dan PDIP. Pun saat berjuang bersama melawan kedzoliman Senayan, tahun 1999.
Kita sering diskusi dengan TK, dan kadang dengan Megawati. Biasanya sembari makan, atau sekadar ngopi plus ngemil jajanan. Menjelang Lebaran, pulang diskusi, biasanya dikasih kepalan. Lumayan.
Dari TK, kita sering dapat insight, seperti apa karakter Megawati. Dan, untuk case perseteruan dengan Jokowi, saya bisa pastikan, endingnya akan seperti pertarungan diam (the silent war) Megawati versus SBY.
Nyaris tak ada pintu rekonsiliasi. Tak ada. Itulah Megawati. Ketika dia sudah disakiti, TK sang suami, pun tak sanggup untuk sekadar meredakan lara hatinya. “Itulah Mbakmu,” paling begitu komentar TK, dengan senyum khasnya.
Duh, jadi kangen Bang TK. Dia orang baik. Terbaik. Semoga beliau sekarang ada di surga-Nya.
Dan, saat ini, serangan netizen ke Jokowi tiada henti. Dari pagi hingga pagi lagi, laman medsos penuh dengan intimidasi ke Jokowi, dan keluarga. Padahal, mereka, netizen-netizen itu, dulu tak lain loyalis Jokowi.
Tanpa rem, mereka kencang menyerang, seolah tak ada lagi hari esok, hari di saat putaran II Pilpres 2024 tiba. Hari di saat dua dari tiga capres berhasil lolos di putaran I.
Saking kencangnya menyerang, mereka seolah tak akan turn around, putar balik, untuk mencari kawan, guna memenangkan pertarungan lanjutan.
Apakah Megawati tak memikirkan hal ini?
Saya yakin 1.000%, dia tahu dan paham sekali yang terjadi saat ini. Dan, saya berani berasumsi, dia tak peduli. Sebab, bagi Megawati, pertarungan demokrasi bukan soal menang atau kalah, tapi soal harga diri. Bukan semata harga dirinya, tapi harga diri bangsa.
Dan, sikap koppig Megawati inilah yang membuat PDIP tetap kokoh berdiri, sebagai penjaga NKRI, hingga hari ini. Saya justru ngeri membayangkan, jika Megawati seperti Cak Imin atau siapa pun, yang begitu mudah berpindah haluan, demi mencapai tujuan. Ibu Mega itu tegak lurus. Ngeri.
*) Penulis adalah seorang nasionalis, penulis buku “Megawati Api di Dada Rakyat”, sekarang nyambi jadi jurnalis.