Jakarta— Menko Polhukam sekaligus Ketua Komite Koordinasi Nasional Pemberantasan dan Pencegahan TPPU Mahfud MD meminta dukungan Komisi III DPR untuk mengesahkan Rancangan Undang-undang (RUU) Perampasan Aset dan RUU Pembatasan Belanja Uang Kartal.
Mahfud menyebut, dirinya sudah pernah mengajukan pengesahan RUU tersebut sejak 2020. Namun, ketika RUU tersebut mulai ditetapkan menjadi prioritas dan disetujui oleh DPR di masa itu, pengesahannya tak kunjung terlaksana sampai sekarang.
“Mohon di situ, kami akan lebih mudah. Itu pencucian uang juga, seperti dana BLBI. Dana BLBI itu Rp111 triliun ndak bisa diambil. Lalu kami minta Inpres. Dapat Rp29,9 triliun. Ada yang kalah di pengadilan dua, tetapi tidak menggugurkan hutang. Karena pencucian uang, barangnya dijaminkan ke pemerintah dengan surat tanda tangan di atas materai tapi sertifikatnya tidak diserahkan, lalu dijual. Ketika mau disita ternyata sertifikatnya sudah dimiliki oleh anaknya,” ungkapnya dalam Rapat dengan Komisi III DPR RDPU dengan Komite TPPU, Rabu (29/3/2023).
Lebih lanjut, Mahfud meminta DPR untuk mengesahkan RUU Pembatasan Belanja Uang Kartal. Dikatakan Mahfud, dalam beberapa kasus, modus pelaku pencucian uang di antaranya dengan cara mencairkan ratusan juta uang di bank.
Uang tersebut kemudian ditukarkan dalam bentuk mata uang asing dan diakui sebagai milik peribadi pelaku. Dia meyakini, dengan dibatasinya belanja menggunakan uang tunai maka akan membuat transaksi dalam jumlah besar tercatat melalui bank sehingga aktivitas transaksi pelaku bisa dilacak.
“Karena orang korupsi itu Pak menurunkan uang dari bank Rp500 miliar dibawa ke Singapura. Ditukar dengan uang dollar lalu dia bilang ini menang judi karena di Singapura judi sah. Lalu di bawa ke Indonesia sah. Padahal itu uang negara. Padahal itu pencucian uang,” terangnya. (*) RAL