Highlight:
- Bank Indonesia resmi menetapkan obligasi SMF sebagai underlying transaksi repo pertama dari korporasi di Indonesia
- Obligasi SMF kini menjadi aset sangat likuid, aman, dan berpotensi menurunkan cost of fund pembiayaan perumahan
- Kebijakan repo obligasi SMF memperkuat likuiditas perbankan dan mendukung Program 3 Juta Rumah
Jakarta- Bank Indonesia (BI) resmi menetapkan surat utang PT Sarana Multigriya Finansial (SMF) sebagai underlying transaksi Repurchase Agreement (repo).
Penetapan ini menjadikan obligasi SMF sebagai obligasi korporasi pertama di Indonesia yang dinyatakan eligible untuk transaksi repo di Bank Indonesia.
Dengan keputusan tersebut, obligasi SMF dapat digunakan perbankan dan lembaga keuangan sebagai jaminan repo di Bank Indonesia untuk memeroleh likuiditas.
Obligasi SMF tidak hanya berfungsi sebagai instrumen investasi berbasis kupon, tetapi juga menjadi instrumen pengelolaan likuiditas yang fleksibel dan aman.
BI menilai obligasi SMF memenuhi kriteria sebagai underlying repo. Antara lain memiliki outstanding yang besar, dimiliki oleh perbankan, berperingkat kredit idAAA, likuid di pasar sekunder, serta diakui sebagai high quality liquid asset (HQLA) dalam perhitungan rasio likuiditas bank.
“Penetapan surat utang SMF sebagai underlying REPO BI adalah bukti nyata sinergi kebijakan fiskal dan moneter. Kebijakan fiskal menyediakan kerangka pembiayaan yang berkelanjutan. Sementara, Bank Indonesia dari sisi moneter memperkuat ekosistem likuiditas melalui perluasan instrumen operasi moneter,” papar Direktur Utama SMF Ananta Wiyogo dalam pengenalan Repo Surat Utang SMF kepada perbankan di Kementerian Keuangan, Jakarta, 20 November 2025 lalu.
Ananta menyebut, sinergi ini sangat krusial untuk mendukung sektor produktif, termasuk perumahan, yang memiliki multiplier effect besar terhadap perekonomian nasional.
Sementara, Deputi Senior Bank Indonesia Destry Damayanti menyampaikan, penetapan obligasi SMF sebagai underlying transaksi repo merupakan terobosan karena untuk pertama kalinya BI menerima surat berharga korporasi sebagai jaminan repo.
“Penetapan obligas SMF sebagai underlying transaksi repo adalah momen spesial. Ini juga menjadi terobosan (breakthrough) karena untuk pertama kalinya BI menerima repo surat berhaga korporasi atau corporate bond. Selama ini, BI hanya menerima SBN atau SRBI sebagai jaminan repo,” ujar Destry.
Ia menjelaskan, kebijakan tersebut sejalan dengan mandat Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK). DI dalamnya, BI diberikan kewenangan untuk mengelola likuiditas melalui pembelian atau penjualan surat berharga berkualitas tinggi di pasar sekunder, baik secara outright maupun repo.
“Pasar repo di banyak negara sudah menjadi pengelolaan likuiditas utama yang menopang pasar surat berharga dan transmisi kebijakan moneter. Di Indonesia, potensi repo masih sangat besar, namun penggunaannya masih belum optimal.
Dengan sinergi antar otoritas dan pelaku pasar, lanjutnya, transaksi Repo yang sebelumnya dianggap “tabu” juga terus naik dari Rp509 miliar pada 2020 menjadi Rp17,5 triliun pada 2025.
Perkuat Sektor Perumahan
Adapun, Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara menilai kebijakan repo obligasi SMF akan memperkuat pembiayaan sektor perumahan yang berdampak luas terhadap perekonomian.
“Kita berharap bahwa sektor perumahan ini bisa kita kembangkan lebih pesat lagi, lebih besar. Keberadaan PT SMF menghubungkan dengan sektor keuangan yang lain. Saat ini surat berharga PT SMF dapat direpokan, dan moga-moga ini menciptakan likuiditas yang lebih besar lagi dalam perekonomian kita,” ujar Suahasil.
Sebagai Special Mission Vehicle (SMV) Kementerian Keuangan, SMF berperan dalam menopang pembiayaan perumahan nasional, termasuk program KPR subsidi FLPP.
Hingga 30 September 2025, SMF telah menyalurkan pembiayaan FLPP sebesar Rp29,93 triliun dengan dukungan Penyertaan Modal Negara (PMN) sebesar Rp11,22 triliun.
Untuk mendukung perannya, SMF juga aktif menerbitkan surat utang. Hingga September 2025, SMF telah menerbitkan surat utang sebanyak 73 kali dengan nilai total Rp74,87 triliun.
Berdasarkan data KSEI Oktober 2025, SMF tercatat sebagai penerbit surat utang terbesar ketiga di Indonesia dan perusahaan berperingkat AAA terbesar kedua dengan outstanding Rp25,38 triliun.
Kepala Divisi Riset Ekonomi SMF Martin D. Siharanamual sebelumnya menyampaikan bahwa masuknya obligasi SMF dalam skema repo berpotensi mengubah preferensi investor terhadap tenor investasi.
Ia menyebutkan bahwa karena obligasi SMF menjadi sangat likuid, investor berpeluang lebih tertarik pada tenor jangka panjang. Sementara perbankan tetap memiliki opsi memperoleh likuiditas cepat melalui transaksi repo dengan Bank Indonesia. (*) Ranu Arasyki Lubis