Presiden Joko Widodo (Jokowi) baru saja bikin prank Gubernur Lampung, Arifal Junaedi, pada 5 Mei 2023. Menyambut kedatangan Jokowi, sebelumnya Arifal memerintahkan jajarannya untuk memperbaiki secara cepat jalan yang akan dilalui presiden. Namun, dalam kunjungannya Jokowi dan rombongan justru memilih jalan lain yang rusak dan bergelombang. Di media social, masyarakat Lampung pun ramai-ramai membocorkan bahwa jalanan rusak sudah puluhan tahun tidak diperbaiki. Lalu, seperti apa potret perekonomian di Lampung?
The Asian Post Research mencatat, Provinsi Lampung memiliki populasi sebesar 9,17 juta dan produk domestic bruto (PDB) tumbuh 4,28% pada 2022, atau di bawah pertumbuhan PDB nasional yang sebesar 5,31%. Angka kemiskinan di Lampung juga relatif tinggi yaitu sebesar 11,44%, atau lebih besar dari tingkat kemiskinan nasional yang sekitar 9,57%, sehingga Lampung menduduki urutan ke-11 sebagai Provinsi paling miskin. Banyak jalan yang rusak di Lampung juga wajar karena alokasi belanja infrastruktur jalannya yang cuma 72,44 miliar, atau kurang dari 1% dari total belanjanya yang sebesar Rp7,38 triliun pada belanja anggaran pendapatan dan belanja negara 2023.
Tingginya angka kemiskinan juga linier dengan masih rendahnya indeks literasi maupun inklusi keuangan masyarakatnya. Survei Otoritas Jasa Keuangan (OJK) 2022 mencatat, indeks literasi keuangan Lampung sebesar 41,30%, atau di bawah indeks nasional yang sebesar 49,68%. Begitu juga indeks inklusi keuangannya yang baru 74,81%, atau di bawah indeks nasional yang sebesar 85,10%. Lalu bagaimana dengan perkembangan Bank Lampung, yang mayoritas sahamnya dimiliki Pemerintah Provinsi Lampung?
Menurut The Asian Post Research, Bank Lampung memiliki modal cekak atau Rp1,20 triliun tahun lalu, atau di bawah ketentuan minimal sesuai regulasi yang sebesar Rp3 triliun. Dibandingkan bank-bank pembangunan daerah (BPD) miliki pemerintah provinsi lain, Bank Lampung yang dipimpin Presley Hutabarat ini juga tertinggal. The Asian Post Research mencatat, sepuluh tahun lalu atau pada 2013, aset Bank Lampung sebesar Rp4,59 triliun, atau sekelas dengan BPD lain seperti Bank Jambi, Bank NTB, dan Bank Kalteng.
Kendati memiliki captive market, Bank Lampung juga seperti kesulitan bersaing di kandangnya sendiri. Karena bergerak lambat, aset Bank Lampung per 2022 baru menginjak Rp10,20 triliun. Bandingkan dengan BPD-BPD sekelasnya tersebut. Aset Bank Jambi sudah hampir menembus Rp14 triliun. Begitu juga Bank Kalteng yang pada 2013 asetnya masih Rp3,97 triliun atau di bawah Bank Lampung. Pada 2022, Bank Kalteng yang kini dipimpin Plt Direktur Utama A. Selanorwanda ini sudah mencatat aset Rp13,29 triliun. Lebih menyedihkan lagi, aset Bank Lampung hampir dikalahkan oleh Bank Perekonomian Rakyat (BPR) Eka yang berkantor pusat di Metro, Lampung, dan asetnya sudah mencapai Rp10,15 triliun.
Portofolio Bank Lampung sebagai tuan rumah juga sudah dikangkangi BRI yang menguasai market share terbesar di Lampung. Selain asetnya kerdil, Bank Lampung juga mencatat rasio dan sejumlah indikator lain yang harus diperbaiki. Misalnya struktur dananya yang relative mahal karena rasio dana murah dibandingkan dana pihak ketiga (DPK) yang hanya 43% dan skor komposit baik manajemen risiko maupun good corporate governance (GCG) yang di level 3 atau moderat. JV