Meikarta yang dimiliki Lippo Group, merupakan kerja sama dua anak perusahaan yakni PT Lippo Karawaci Tbk (LPKR) dan PT Lippo Cikarang Tbk (LPCK). Megaproyek senilai Rp278 triliun tersbeut merupakan milik PT Mahkota Sentosa Utama, yang sepenuhnya anak usaha dari PT LPCK. Ada pula, saham PT LPCK dikuasai PT LPKR mencapai 54 persen.
Dalam kasus dugaan suap ini, sebelumnya KPK telah menetapkan Billy Sindoro, dua konsultan Lippo Group Taryudi dan Fitra Djaja Purnama, serta pegawai Lippo Group Henry Jasmen sebagai tersangka. Mereka diamankan dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada Minggu (14/10) hingga Senin (15/10) dini hari.
Billy dan rekannya diduga memberi suap senilai Rp7 miliar dari total “commitment fee” sebesar Rp13 miliar untuk mengurus banyak perizinan, di antaranya rekomendasi penanggulangan kebakaran, amdal, banjir, pembuangan sampah, hingga lahan makam yang diberikan melalui sejumlah dinas.
Dalam OTT tersebut, KPK mengamankan barang bukti berupa SGD 90.000 dan uang pecahan Rp100 ribu berjumlah Rp513 juta. Selain itu, KPK mengamankan dua unit mobil Avanza dan Innova.
Dengan itu, KPK menetapkan Bupati Bekasi Neneng Hassanah, Kepala Dinas PUPR Kabupaten Bekasi Jamaludin, Kepala Dinas Pemadam Kebakaran Pemkab Bekasi Sahat MBJ Nahor, Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaten Bekasi Dewi Tisnawati, dan Kepala Bidang Tata Ruang Dinas PUPR Kabupaten Bekasi Neneng Rahmi sebagai tersangka penerima suap.
Realisasi pemberian Rp7 miliar melalui kepala dinas pada April, Mei, Juni 2018 terkait rencana pembangunan apartemen, pusat perbelanjaan, rumah sakit, hingga tempat pendidikan. Untuk menyamarkan nama para pejabat Pemkab Bekasi, para tersangka menggunakan sandi antara lain “melvin”, “tina toon”, “windu”, dan “penyanyi”.
KPK menduga pemberian suap itu terkait perizinan yang sedang diurus oleh pemilik proyek seluas 774 hektare yang dibagi ke dalam tiga tahap. Fase pertama 84,6 hektare, fase kedua 252,6 hektare, dan fase terakhir 101,5 hektare.