Jakarta – Mantan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G Plate disebut meminta uang senilai Rp500 juta per bulan ke anak buahnya dalam proyek penyediaan menara base transceiver station (BTS) 4G dan infrastuktur pendukung 1, 2, 3, 4 dan 5 Bakti Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo).
Uang dengan nilai sebesar itu diminta mantan menkominfo kepada Direktur Utama Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (Bakti) Kominfo, Anang Achmad Latif, selama 20 bulan. Hal ini dibacakan jaksa dalam persidangan kasus dugaan korupsi proyek pengadaan menara BTS 4G dan infrasrtuktur pendukung 1, 2, 3, 4 dan 5 Bakti Kominfo di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Selasa, 27 Juni 2023.
“Terdakwa Johnny Gerard Plate pada waktu dan tanggal yang tidak dapat ditentukan antara bulan Januari-Februari 2021 meminta uang kepada Anang Achmad Latif sebesar Rp500 juta per bulan yang terealisasi dari bulan Maret 2021 sampai dengan Oktober 2022,” beber jaksa.
Uang yang diminta Johnny itu, menurut jaksa, bersumber dari perusahaan konsorsium penyedia jasa infrastruktur BTS 4G dan infrastrutktur pendukung.
“Padahal uang yang diserahkan kepada terdakwa Johnny Gerard Plate tersebut berasal dari perusahaan konsorsium penyedia jasa pekerjaan penyediaan infrastruktur BTS 4G dan infrastruktur pendukung paket 1, 2, 3, 4, dan 5,” tutur jaksa.
Di samping itu, jaksa juga menjelaskan bahwa Johnny beberapa kali meminta Anang Achmad Latif untuk mentrasfer uang ke dirinya untuk tujuan pribadi. Uang itu dikirim pada April 2021 senilai Rp200 juta untuk korban bencana banjir di Kabupaten Flores Timur, lalu pada Juni 2021 senilai Rp250 juta untuk Gereja GMIT di Nusa Tenggara Timur.
Kemudian, pada Maret 2022 senilai Rp500 juta untuk Yayasan Pendidikan Katholik Arnoldus, dan sebesar Rp1 miliar untuk Keuskupan Dioses Kupang. Adapun dalam kasus ini, Johnny menjadi terdakwa bersama Direktur Utama Bakti Kominfo Anang Achmad Latif dan Tenaga Ahli Human Development (Hudev) Universitas Indonesia Tahun 2020, Yohan Suryanto. Kemudian, Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia, Galubang Menak Simanjuntak; Account Director of Integrated Account Departement PT Huawei Tech Investment, Mukti Ali; dan Komisaris PT Solitech Media Sinergy, Irwan Hermawan.
Jumlah total kerugian itu didapat dari laporan hasil audit penghitungan kerugian negara yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Kemudian, dalam dakwaan disebut, ada sembilan pihak dan korporasi yang turut menikmati uang proyek yang berasal dari anggaran negara tersebut. Johnny G Plate disebut jaksa telah menerima Rp17.848.308.000. Lalu, Direktur Utama Bakti Kominfo Anang Achmad Latif mendapatkan Rp5.000.000.000. Selanjutnya, Komisaris PT Solitech Media Sinergy Irwan Hermawan mendapatkan Rp119.000.000.000, Tenaga Ahli Human Development (Hudev) Universitas Indonesia Tahun 2020 Yohan Suryanto menerima Rp453.608.400.
Lebih lanjut, Windi Purnama yang adalah orang kepercayaan Irwan Hermawan mendapatkan Rp500.000.000. Lalu, Direktur Utama PT Basis Utama Prima (BUP) Muhammad Yusrizki menerima Rp50.000.000.000 dan 2.500.000 dollar AS. Selanjutnya, Konsorsium FiberHome PT Telkominfra PT Multi Trans Data (PT MTD) untuk Paket 1 dan 2 sebesar Rp2.940.870.824.490, Konsorsium Lintasarta Huawei SEI untuk paket 3 sebesar Rp1.584.914.620.955.
“Konsorsium IBS dan ZTE Paket 4 dan 5 sebesar Rp3.504.518.715.600,” ujar jaksa.
Atas perbuatannya, Johnny G Plate dan lima terdakwa lainnya disangkakan melanggar Pasal 2 Ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. Sementara itu, Windi Purnama disangka melanggar Pasal 3 dan Pasal 4 Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Kemudian, Dirut PT Basis Utama Prima Muhammad Yusrizki yang menjadi tersangka kedelapan dijerat dengan Pasal 2 Ayat 1 dan Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Hingga kini, perkara Windi dan Yusrizki sedang dalam proses penyidikan di Kejaksaan Agung. SW