Kisah Pilu Bang Onim, Saksi Mata Kebrutalan Militer Israel di Gaza

Jakarta— Kondisi jalur Gaza, Palestina menjadi porak-poranda setelah dihujani rudal oleh jet-jet tempur Israel sejak 7 Okotober lalu.

Ratusan artileri berat ditembakkan ke arah permukiman penduduk, sedang ratusan tank dikerahkan menyapu jalan-jalan di Gaza.

Tak lebih dari sebulan, kota bersejarah tiga agama yang dihuni oleh lebih dari 2 juta penduduk itu menjelma bak kota hantu tak bertuan.

Ribuan mayat bergelimpangan, terbaring di jalan-jalan. Sebagian lainnya tewas di bawah reruntuhan.

Abdillah Onim atau yang lebih dikenal dengan Bang Onim ialah salah seorang relawan asal Indonesia untuk Palestina.

Ia menjadi saksi mata atas apa yang disebut sebagai genosida terburuk sepanjang sejarah di sana.

Halaman rumahnya yang terletak 200 meter dari Rumah Sakit As Syifa sempat dihujani bom fosfor. Nyaris terbakar, ia buru-buru menutup pintu dan menyiram letupan fosfor itu menggunakan air.

Onim mengisahkan perjalanan evakuasinya untuk menyelamatkan diri tak lepas dari serangan milter Israel. Padahal, bapak dari tiga orang anak ini berniat agar bisa segera menuju Rafah, lokasi evakuasi yang terletak di Gaza Utara.

“Saya keluar dari rumah tidak bisa. Hujan bom kiri-kanan 24 jam, kita nggak bisa keluar. Sampai hari ke-20 kita nggak bisa keluar. Hari ke-24 kami nekat untuk keluar dengan menggunakan kendaraan mobil ambulans. Jalan sekitar 10 menit berada di perairan pantai Gaza City, sudah mulai dirudal di depan kami oleh pesawat. Akhirnya balik badan pulang ke rumah,” ungkap Onim di kanal Youtube Rechard Lee, Kamis (16/11/2023).

Deretan Tank Merkava Israel masuk ke Kota Gaza

Insiden itu tak mengurungkan niat Onim untuk mencoba kedua kalinya menuju tempat evakuasi. Pada hari ke-26, ia memutuskan bergerak menuju tempat evakuasi. Pasalnya, hari itu adalah hari terakhir pemberlakuan evakuasi untuk sipil.

Jika di hari itu Onim tak juga evakuasi, semua jalur dari Gaza City menuju Gaza Selatan akan ditutup oleh militer Israel. Dengan kata lain, Onim tak lagi punya kesempatan keluar alias terjebak di medan tempur.

“Saya katakan kepada istri saya, ‘mohon maafkan saya jika ada salah dan khilaf’. Saya rangkul anak saya dan saya katakan ‘kalau kita lolos nanti ayah belikan tablet ya’, untuk memotivasi mereka. Udah kita berangkat,” katanya menahan tangis.

Seorang wanita yang tengah terlukan membawa bayimnya usai di bomb Israel

Berbekal keberanian, Onim memacu mobilnya. Beberapa warga Gaza lain tampak mengekor dibelakangnya menggunakan sedan. Sederet mobil itu dipenuhi oleh anak-anak.

Mereka menyusuri jalan-jalan yang dipenuhi mayat-mayat tak berdosa. Sesekali, anjing yang kelaparan datang mengendus mayat-mayat itu.

Tak kurang dari 10 menit, mobil-mobil yang berada di belakang Onim digempur oleh Helikopter jenis Apache milik Israel.

Tak pasti jenis senjata apa yang digunakan Isral, kemungkinan mereka disiram menggunakan fosfor.

“Begitu jalan 10 menit, di belakang saya sudah disiram. [Mereka] sudah meninggal. Ada sekitar 8-10 kendaraan. Dan didalam sedan warga Gaza tersebut ada anak-anak. Sekitar 20 anak satu kendaraan saling berdempetan untuk meyelamatkan diri,” sambungnya.

Bukan hanya itu saja, mobil-mobil yang lebih dulu melaju di depan Onim juga digempur militer Zionis.

Sebanyak 12 mobil evakuasi yang diisi sesak warga sipil, termasuk wanita dan anak-anak hangus terbakar.

“Kiri dan kanan hangus. Anak-anak berteriak. Darah di mana-mana. Mereka disiram pakai Apache. Itu terlihat di depan, perempuan itu teriak-teriak, ada yang kakinya putus, ada yang tangannya putus, dan ada yang meninggal,” jelasnya.

Onim melanjutkan, di hari evakuasi terakhir itu, ia melewati jalan di mana banyak mayat berserakan.

Kemudian, terdengar suara letusan tembakan yang mengarah ke kendaraannya. Ia sontak tiarap sembari memegang anak-anaknya.

“Kami melewati jasad kiri kanan. Jadi kendaraan itu harus zig-zag. Kata sopir, kita ditembak. Saya khawatir di depan nanti ada Tank Merkava yang memalang aspal. Tapi alhamdulillah, karena kalau Tank Merkava sudah memalang selesai kami, meninggal,” tuturnya.

Puing-puing bangunan yang runtuh berserakan di badan jalan

Usai melalui tragedi mencekam itu, Pria kelahiran Halmahera Utara ini akhirnya berhasil tiba di jalur Rafah, pos perbatasan Gaza dan Mesir.

Ia pun tak percaya bisa selamat dari rentetan serangan yang terjadi belasan menit sebelumnya.

Saat ini sebagian besar dari wilayah Kota Gaza sudah dikuasai militer Israel. Pihak pendudukan menyerbu Hamas dengan cara membabi buta dan memblokade jalan, listrik makanan, dan air bersih.

Bahkan RS As Syifa yang awalnya menjadi pusat rujukan para korban, selalu diintai oleh Tank Merkava dan penembak jitu.

Terakhir, sebelum tibanya di Rafah, Onim menceritakan bahwa mobil ambulans yang kini beroperasi di Gaza hanya 7 unit.

Jumlah itu tak bisa memenuhi kebutuhan pasien di Gaza di mana 27 ribu warga menderita luka-luka dan 11 ribu meninggal dunia.

“Dan tim medis di RS As Syifa mereka bukan lagi tugasnya untuk operasi. Tapi menggali tanah agar pasien yang meninggal serta bayi-bayi di inkubator yang meninggal bisa mereka kuburkan. Jadi [penyerangan ini] sudah di luar batas kemanusiaan,” beber Onim.

Keluarga Onim berhasil dievakuasi dari Gaza, Palestina. Mereka diungsikan dari Gaza melalui perbatasan Rafah dan dibawa ke KBRI Kairo pada Jumat (3/11/2023).

Selanjutnya Onim dan keluarga terbang ke Indonesia menggunakan maskapai Emirates dari Kairo, Mesir. Mereka tiba di Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, Senin (6/11/2023). (*) RAL

Hamas-IsraelisraelKonflik Palestina - Israel
Comments (0)
Add Comment