Kepala PPATK Sentil BPD yang Ogah Laporkan Transaksi Narkotika & Korupsi

Yogyakarta— Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana menyentil Bank Pembangunan Daerah (BPD) yang ‘cuek’ melaporkan transaksi tindak pidana pencucian uang (TPPU) kepada PPATK.

Ia mengaku heran dan mempertanyakan inisiatif dari BPD maupun Asosiasi Bank Pembangunan Daerah (Asbanda) yang selama ini terkesan tidak perduli atas transaksi pencucian uang yang dilakukan nasabah melalui bank-bank yang ada di daerah.

Potret dari rendahnya laporan transaksi TPPU BPD tersebut terlihat dari jumlah laporan yang diterima PPATK di mana hanya mencapai 0,3%.  

“Kalau ini yang paling banyak di industri perbankan, pertanyaannya berapa industri perbankan itu melaporkan ini semua kepada PPATK berdasarkan kewajibannya? Berapa yang namanya Asbanda itu melaporkan kasus korupsi atau transaksi yang terkait dengan korupsi atau transaksi narkotika kepada PPATK? Enggak ada,” bebernya dalam sharing diskusi Infobank–Asian Post Top BUMD 2023, Kamis (11/5/2023).

Ivan menjabarkan, transaksi yang dilaporkan BPD kepada PPATK periode Februari–April 2023 mencapai 75.184 transaksi. Sementara penyampaian data transaksi oleh BPD mencapai 157.428 transaksi. Namun begitu, laporan tersebut diberikan bukan karena inisiatif dari BPD, melainkan diminta langsung oleh PPATK.

“Itu karena diminta oleh PPATK. Ada kasusnya, orang sudah ditersangkakan. Orang sudah diberitakan, BPD-nya masih belum lapor. Diketok, tok, tok ‘ada nasabah anda sudah tersangka, lapor dong’, baru dilaporkan. Itu karena diminta. Kalau enggak diminta penjahat itu sembunyi di BPD,” katanya.

Ia bercerita, selama 17 tahun bekerja di PPATK, transaksi narkotika melalui perbankan ternyata cukup besar di luar dugaanya, hingga mencapai Rp180 triliun. Ia pun menyayangkan ada bank yang turut memfasilitasi transaksi nasabah perdagangan narkoba sampai ribuan kali.

“Bagaimana bisa orang pelaku narkotika mengirim uang ke luar negeri berulangkali melalui bank, dan bank-nya cuek saja. Tidak ada satu pun yang dilaporkan. Terus ngapain elu jadi bank. Ada 2.000 kali bayangin dia melakukan transaksi,” imbuhnya.

Di kesempatan itu Ivan mengemukakan bahwa pelaku TPPU paling banyak bersumber dari korporasi dan paling tinggi berasal dari golongan pejabat lembaga legislatif dan pemerintah.

Sementara berdasarkan hasil analisis faktor risiko TPPU menurut jenis tindak pidana asal, sumber utama dari pencucian uang di Indonesia yakni korupsi dan narkotika, di mana tingkat risikonya masing-masing 9% dan 7,24%. (*) RAL

BPDBUMNDivan yustiavandanaPPATKThe best governor 2023Top BUMD Awards 2023tppu
Comments (0)
Add Comment