THE ASIAN POST, JAKARTA ― Penguasaan membaca, menulis dan berhitung (Calistung) bukan merupakan kemampuan wajib yang harus dimiliki oleh para peserta didik Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD).
Penerimaan peserta didik PAUD menuju jenjang pendidikan dasar justru dilakukan melalui sistem zonasi, yaitu dengan memprioritaskan usia anak dan jarak tempat tinggal peserta didik dengan sekolah.
“Kompetensi calistung baru diajarkan secara formal saat peserta didik berada di jenjang sekolah dasar (SD),” kata Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Masyarakat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Dirjen PAUD dan Dikmas Kemendikbud) Harris Iskandar, pada perhelatan tahunan Sosialisasi dan Harmonisasi Bunda PAUD 2019, di Jakarta, Senin (1/4).
Saat ini, menurut dia, penerimaan peserta didik baru berdasarkan zonasi. Terlebih, seleksi penerimaan peserta didik di SD kelas awal tidak boleh dilakukan melalui tes, baik tes kemampuan calistung maupun bentuk tes lainnya.
Kriteria seleksi, lanjut Dirjen Harris, berupa usia anak dan jarak tempat tinggal dengan sekolah.
“Kompetensi calistung secara formal akan diajarkan saat anak duduk di bangku SD,” jelasnya.
Pada sisi lain, kerja sama antara pendidik PAUD dengan orang tua merupakan kunci bagi perkembangan peserta didik PAUD.
Hal ini, tegasnya, mengacu pada Agenda Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals-SDGs) 2015-2030, tujuan nomor 4.2, yaitu memastikan bahwa pada tahun 2030 seluruh anak perempuan dan laki-laki memiliki akses pada pengembangan dan perawatan anak usia dini dan pendidikan pra-dasar yang berkualitas sehingga siap untuk mengikuti pendidikan dasar.
“Tujuan SDGs ini menjadi acuan semua negara untuk mendukung layanan PAUD yang berkualitas, termasuk Indonesia,” tegas Haris. []