KDM Berpotensi Maju di Pilpres 2029, Pengamat: Masih Lama, Belum Kelihatan

Jakarta – Popularitas Kang Dedi Mulyadi (KDM) sebagai gubernur Jawa Barat di mata masyarakatnya menunjukkan tren yang positif. Ini bisa dilihat dari temuan survei Indikator Politik Indonesia berjudul “Evaluasi Publik atas Kinerja 100 Hari Gubernur-Gubernur di Jawa”.

Survei yang dilakukan terhadap 6 provinsi di Jawa yakni Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Banten, dan D.I. Yogyakarta selama 12 sampai 19 Mei 2025 itu menunjukkan, KDM menempati posisi pertama sebagai gubernur dengan perolehan tingkat kepuasan tertinggi dari masyarakat di wilayahnya, dengan persentase kepuasan sebesar 94,7 persen.

Sementara Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X menempati posisi kedua dengan persentase sebesar 83,8 persen, dan Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa menempati posisi ketiga dengan persentase 75,3 persen.

Sedangkan Gubernur Jateng, Jakarta, dan Banten, masing-masing menempati posisi empat, lima, dan enam, dengan persentase masing-masing sebesar 62,5 persen, 60 persen, dan 50,8 persen.

Bila melihat tingkat persepsi positif yang tinggi dari masyarakat Jabar terhadap KDM, tak menutup kemungkinan KDM dapat menjadi salah satu calon kandidat kuat di Pemilihan Presiden (Pilpres) 2029 mendatang.

Apalagi, Founder dan Peneliti Utama Indikator, Burhanuddin Muhtadi menyampaikan, sekalipun survei publik terhadap kinerja 100 hari gubernur ini ditujukan hanya untuk wilayah kepemimpinan gubernur masing-masing di enam provinsi, bisa saja persepsi positif terhadap KDM telah meluas ke luar wilayah Jabar melalui tingginya tingkat eksposur dari media mainstream maupun media sosial.

“Dan kalau ada data, bukan hanya di Jawa, tapi nasional. Dugaan saya (popularitas KDM) juga merembes ke tingkat nasional. Misalnya, melalui eksposur sejumlah kebijakan KDM seperti pengiriman siswa bermasalah ke barak militer,” cetus Burhanuddin di Jakarta, Rabu, 28 Mei 2025.

Dengan demikian, Burhanuddin menambahkan, tingkat approval kebijakan KDM berpotensi meluas ke wilayah lainnya di seantero Indonesia. Namun begitu, keputusan penetapan KDM sebagai kandidat Pilpres 2029 masih bergantung pada dinamika konstelasi internal Partai Gerindra, partai tempat KDM bernaung saat ini.

“Apakah KDM dianggap sebagai aset elektoral buat Gerindra, atau dianggap sebagai ancaman. Itu yang tahu hanya elit Gerindra, tapi per hari ini saya melihat KDM masih menjadi aset elektoral,” sebutnya.

Pandangan KDM sebagai aset elektoral Partai Gerindra ini dibuktikan dengan masih masifnya pembelaan yang dilakukan para elit Gerindra terhadap KDM dari gempuran kritik. Akan tetapi, persepsi positif dari elit Partai Gerindra kepada Dedi Mulyadi ini masih belum bisa diprediksi keberlanjutannya.

“Tetapi itu (pembelaan elit Gerindra) pada KDM terjadi saat ini. Kita tidak tahu apa yang akan terjadi nanti menjelang 2029,” tegas Burhanuddin.

Burhanuddin menambahkan, masih terlalu dini untuk menguji public approval KDM terhadap tingkat elektoral di Pilpres 2029. Mengingat, baru 100 hari Dedi Mulyadi menjabat sebagai gubernur, serta momen Pilpres yang juga baru diadakan di tahun lalu.

“Tolong bersabar, soal elektabilitas (Pilpres) ada waktunya. Tapi sekarang, kita kasih masukan terkait evaluasi kebijakan dari para gubernur di Jawa. Harapannya, dengan membandingkan enam provinsi di Jawa, ini bisa memunculkan local champion atau kepala daerah yang luar biasa,” bebernya.

Bukan cuman KDM, ia turut menyinggung nama Gubernur Maluku Utara, Sherly Tjoanda atau yang akrab disapa Sherly Laos. Sosok gubernur dengan triple minoritas ini sukses memenangkan Pemilihan Gubernur (Pilgub) serentak di tahun lalu.

“Memang provinsinya kecil, tapi dia lulusan Belanda, pintar memang. Ini kan layak. Gubernur terpilih menyandang triple minoritas di provinsi yang mayoritas muslim. Menurut saya (juga) layak untuk diorbitkan, dan masih banyak kepala daerah berpotensi lainnya,” tukasnya. SW

Dedi MulyadiGerindraKDMPilpres 2029
Comments (0)
Add Comment