Jakarta— Wakil Presiden (Wapres) ke-10 dan ke-12 RI Jusuf Kalla mengingatkan bahwa pemerintahan Presiden Joko Widodo berpotensi jatuh lantaran disebabkan krisis di bidang politik dan ekonomi.
Jusuf Kalla (JK) berpandangan, dua krisis tersebut bisa datang berbarengan menghantam Indonesia, sehingga berimbas pada jatuhnya pemerintahan.
Pernyataan itu ia sampaikan dalam acara Habibie Democracy Forum di Jakarta, pada Rabu (15/11/2023).
“Kemakmurannya tidak capai, adilnya tidak jalan, demokrasinya tidak jalan, maka terjadilah. Karena itulah maka kita harus menghindari itu terjadi pada dewasa ini,” papar JK.
JK mencontohkan kondisi serupa pernah terjadi di masa pemerintahan Presiden Soekarno. Menurutnya, rezim Soekarno amblas lantaran lawan-lawan politik yang berseberangan dengan dirinya ditangkapi.
Kemudian, disusul dengan kenaikan harga yang ramai-ramai diprotes oleh masyarakat.
“Tahun 1966 krisis politik karena kekuasaan terlalu dipegang. Dan banyak orang marah karena banyak ditangkap. Bersamaan dengan datangnya krisis ekonomi. Harga BBM naik, tarif bis naik dan mahasiswa marah. Jadi dua krisis bersamaan timbul. Politik dan ekonomi terjadi bersamaan dan saling memengaruhi, maka jatuhlah pemerintahan,” sambung JK.
Kejadian yang sama berlanjut pada 1998 saat era kepemimpinan Presiden Suharto. Di saat itu, kata JK, Soeharto memerintah secara otoriter dan pada saat yang sama keuangan dunia, termasuk ASEAN tengah merosot.
“Saat itu rupiah Rp18.000, harga-harga barang mahal. Jadi, demokrasi tidak jalan, tujuannya juga tidak jalan. Maka terjadi lagi krisis dan pemerintahan jatuh,” jelas JK.
Belajar dari goresan sejarah, JK bilang situasi demokrasi di Indonesia makin diwarnai kegelisahan yang berasal dari suara masyarakat. Menurutnya, demokrasi di akhir masa jabatan Jokowi sedang tidak baik-baik saja.
“Pak Jokowi bagus pertamanya, bukan karena saya ada di situ, saya tahu betul tidak ada masalah. Tapi setelah 10 tahun, ah, seperti tadi dikatakan. Belum 10 tahun sudah bermasalah demokrasi kita di Indonesia ini dengan segala macam masalahnya,” singgungnya.
JK berujar, retorika yang digaungkan pemerintah soal Pemilu yang aman dan bebas belum tentu sejalan dengan yang terjadi di lapangan. Di saat bersamaan, kini negara-negara di dunia sedang kepayahan menghadapi situasi ekonomi yang makin sulit.
Maka dari itu, lanjutnya, dibutuhkan pemimpin yang menghormati kedaulatan rakyat untuk menghindarkan Indonesia dari potensi krisis politik dan keuangan. Apalagi, baik Jokowi dan Menteri Keuangan Sri Mulyani secara gamblang mengakui bahwa kondisi ekonomi global yang terjadi saat ini dalam situasu mengerikan. (*) RAL