Jakarta — Ketua Umum Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI), Budi Herawan, menyampaikan harapan agar regulator dan pelaku industri pembiayaan turut mempertimbangkan kondisi sulit yang tengah dihadapi sektor asuransi umum, khususnya lini usaha kendaraan bermotor. Ia menyoroti beban tambahan yang muncul akibat kewajiban pemberian diskon dalam kerja sama dengan perusahaan pembiayaan.
“Kami berharap jangan sampai ada beban tambahan lagi. Misalnya, ketika perusahaan pembiayaan memberikan promo tambahan seperti belanja gratis Rp1 juta per tahun, total beban industri asuransi bisa mencapai lebih dari 30 persen,” ujar Budi dalam Nonbank Financial Forum 2025 dengan tema “Pengawasan dan Pengaturan untuk Pertumbuhan Industri Asuransi dan Pembiayaan yang Sehat & Berkelanjutan”, di Grand Ballroom Hotel Kempinski, Jakarta, Jumat, 1 Agustus 2025.
Menurutnya, tantangan industri semakin berat di tengah tekanan ekonomi nasional. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada Maret 2025, garis kemiskinan Indonesia tercatat sebesar Rp609.160 per kapita per bulan atau hanya sekitar Rp20.305 per hari. Kondisi ini diyakini berdampak signifikan terhadap daya beli masyarakat, termasuk terhadap sektor otomotif.
“Kita tahu bersama bahwa penjualan kendaraan saat ini turun cukup signifikan. Selama ini perusahaan asuransi umum memberikan insentif dalam bentuk tambahan diskon, seperti kaca film atau benefit lainnya, yang nilainya mencapai 15–20 persen,” jelasnya.
Budi juga mengungkapkan bahwa pertumbuhan asuransi umum di sektor kendaraan bermotor hanya mencapai 0,3 persen. Ia memperkirakan pada kuartal II/2025, pertumbuhannya tidak akan jauh berbeda dari tahun lalu. “Hal yang sama juga terjadi di sektor pembiayaan, bahkan perbankan pun menghadapi tantangan,” imbuhnya.
Ia menekankan pentingnya sinergi antar-pelaku industri dan penguatan regulasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Apalagi, sektor asuransi sangat bergantung pada kinerja sektor pembiayaan dan perbankan, terutama dalam penyaluran produk asuransi kendaraan bermotor dan bancassurance.
Budi juga menyoroti proyeksi pertumbuhan ekonomi yang disampaikan Bank Dunia, yang memprediksi Indonesia hanya tumbuh di bawah 4,8 persen tahun ini. Meski demikian, ia mengapresiasi optimisme pemerintah yang masih menetapkan target pertumbuhan 5 persen.
“Kita harus tetap waspada. Kita hanya bisa tumbuh jika regulasi dan pengawasan adaptif terus diperkuat, dan semua pelaku industri bersinergi menjaga keberlanjutan sektor keuangan,” tutupnya. AUS