Depok, Jawa Barat– Ciliwung, telah dikenal luas sebagai sungai yang memiliki pengaruh besar terhadap kehidupan jutaan masyarakat di dua provinsi besar di Pulau Jawa.
Sungai ini membentang dari selatan hingga utara Pulau Jawa, melintasi kota-kota penting di Jawa barat, seperti Bogor dan Depok yang kemudian berhulu ke Jakarta.
Sejak dulu Sungai Ciliwung telah menjadi sumber kehidupan bagi kehidupan masyarakat sekitar. Kehadirannya menjadi sumber air, jalur transportasi, budidaya ikan, hingga dimanipulasi untuk mengendalikan banjir.
Sungai yang memiliki panjang sekitar 120 kilometer ini dulunya menjadi rumah bagi berbagai jenis flora dan fauna. Di sepanjang tepiannya, terdapat pohon-pohon besar, tumbuhan air, serta beragam burung dan ikan yang hidup harmonis. Semuanya menyatu dalam ekosistem sungai yang merupakan bagian penting dalam kegiatan pertanian dan perikanan.
Namun, seiring berjalannya waktu, Sungai Ciliwung menghadapi berbagai permasalahan lingkungan. Mulai dari pencemaran air yang disebabkan pembuangan limbah rumah tangga dan industri, keberadaan sampah yang menumpuk.
Belum lagi adanya pendangkalan sungai karena sedimentasi, hingga pembangunan infrastruktur yang massif. Kondisi ini membawa perubahan pada kualitas air yang pada akhirnya mengancam ekosistem sungai.
Sungai Ciliwung kerap menjadi perhatian warga DKI Jakarta ketika memasuki musim hujan, namun keberadaannya justru banyak dilupakan saat kemarau tiba. Bahkan, di masa kampanye Pilkada DKI Jakarta maupun Jawa Barat, tidak satu pun dari calon pemimpin yang spesifik berbicara soal kelangsungan Sungai Ciliwung.
Komunitas Ciliwung
Belum lama ini Asianpost.id berkesempatan berbincang dengan Kresna, pemuda yang memiliki kepedulian terhadap kelestarian Sungai Ciliwung.
Kresna merupakan pengurus dari Komunitas Ciliwung Depok, sebuah wadah bagi pegiat lingkungan yang memberikan edukasi serta pemahaman tentang pentinganya Sungai Ciliwung.
“Bukan hanya itu, Komunitas Ciliwung Depok juga melakukan aksi nyata, seperti reboisasi sepanjang aliran ciliwung yang masuk zona tengah [Depok] melakukan monitoring terhadap ekologi kawasan aliran ciliwung, termasuk keberadaan ikan ikan yang masih bertahan hidup” kata Kresna, di rumah Komunitas Ciliwung Depok, Jumat (3/1).
Komunitas ini melaporkan bahwa tingkat pencemaran Sungai Ciliwung semakin mengkhawatirkan. Kondisinya sudah mengalami kerusakan, terutama pada keanekaragaman hayati tumbuhan dan biodiversitas ikan asli yang kian menurun.
“Dulu sekitar 187 jenis ikan yang ada di Ciliwung, sekarang tinggal 27 jenis ikan yang masih ada, di kawasan tengah [Depok]. Semakin ke utara tentu akan semakin sedikit,” cerita Kresna.
Hadirnya Komunitas Ciliwung di hulu (Bogor) tengah (Depok) dan hilir (DKI Jakarta) menjadi wadah bagi masyarakat untuk bergabung menyuarakan aksi peduli kelestarian lingkungan.
Ia pun meminta pemerintah kota dan kabupaten agar segera mendorong proses pemulihan Sungai Ciliwung agar ekosistem di dalamnya dapat terjaga. Sehingga, bencana alam seperti banjir, longsor, pencemaran air, dan penumpukan sampah dapat teratasi.
“Harusnya ini keuntungan bagi pemerintah Kota. Saat ini dibutuhkan sinergi pengelolaan dalam pelestarian lingkungan melalui edukasi dan pemberdayaan masyarakat. Kebijakan pemerintah kota harusnya berpihak pada lingkungan sebagai antisipasi bencana banjir, kerusakan ekosistem yang lebih parah, penting penataan ruang yang bijak,” imbuhnya. (*) Supriyadi
Editor: Ranu Arasyki Lubis