Yogyakarta— Inklusi keuangan kaum hawa di Indonesia ternyata masih lebih rendah dibandingkan pria.
Merujuk data dari Global Financial Index di tahun 2011–2021, jumlah kepemilikan rekening kaum hawa di negara-negara berkembang, seperti Indonesia masih tertinggal dibanding pria.
Jika dicermati berdasarkan gender, kaum pria menempati posisi teratas, yang mana kepemilikan rekening sebesar 75%, disusul wanita 70%, dan generasi muda 63%.
Deputi Gubernur Bank Indonesia Filianingsih Hendarta mengungkapkan, penyebab rendahnya inklusi keuangan pada kaum wanita disebabkan pekerjaan formal di Indonesia masih didominasi kaum pria sebesar 43,6%.
Sementara pekerjaan formal yang digeluti perempuan hanya 36,2%. Begitu halnya di segi pendapatan, di mana pria masih unggul sebesar 62,78% dibandingkan wanita sebesar 37,22%.
Maka, tidak mengherankan kenapa penggunaan jasa keuangan oleh kaum pria lebih tinggi dibandingkan wanita.
Berbeda dengan kelompok negara-negara berpendapatan tinggi, di mana kaum hawa justru lebih tinggi, yaitu sebesar 97%, dibandingkan pria dan generasi muda masing-masjng sebesar 95% dan 93%.
Dia mencontohkan, di Thailand dan Malaysia prosentase kepemilikan rekening antara pria dan wanita sudah mendekati 50:50.
“Jadi artinya, sekarang sudah mulai peran dari perempuan. Dan tadi sektor informal pun sama,” ujarnya di acara Infobank Top 100 Most Outstanding Women 2023 Accelerating Financial Inclusion Through Women Empowerment, Jumat (12/5/2023).
Filianingsih menambahkan, Indonesia menjadi satu-satunya negara yang memiliki potensi besar untuk mengembangkan inklusi keuangan. Hal ini didukung oleh bonus demografi Indonesia yang begitu besar.
“Ini merupakan jualan kita kalau untuk menarik investor kita mengatakan, “come to Indonesia, see our bonus demografi”. Ini yang tidak dipunyai negara lain,” sambungnya.
Pasar yang begitu besar dari bonus demografi ini menurutnya tidak dimiliki negara seperti Jepang dan Korea, di mana jumlah generasi muda dan produktif di negara tersebut semakin berkurang dari tahun ke tahun. Oleh sebab itu, kata dia, peluang tersebut semestinya dapat dimanfaatkan oleh lembaga jasa keuangan untuk menjaring pasar.
“Ini adalah the future of Indonesia yang tidak dipunyai oleh Jepang, dan Korea juga akan kehilangan satu generasi karena mereka generasinya sudah enggak ada lagi, akan hilang. Sementara Indonesia luar biasa. Ini generasi digital. Artinya kita harus mempersiapkan diri to be digital kalau ke depan kita mau eksis,” pungkasnya. (*) RAL