Ini Peran Yang Menjerat 3 Dirut BPD dalam Kasus Korupsi Sritex

Jakarta – Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan 8 tersangka baru dalam kasus dugaan korupsi PT Sri Rejeki Isman (Sritex), yang masing-masing memiliki peran yang membuat mereka terjerat, termasuk 3 Direktur Utama (Dirut) Bank Pembangunan Daerah (BPD).

Delapan tersangka baru dan perannya dalam kasus korupsi Sritek adalah sebagai berikut:

  1. Allan Moran Severino, Direktur Keuangan PT Sritex (2006–2023):
  • Penanggungjawab keuangan Sritex, termasuk untuk urusan kredit ke pihak perbankan.
  • Menandatangani permohonan kredit pada Bank DKI
  • Memproses permohonan pencairan kredit dengan underlying berupa invoice fiktif
  • Menggunakan uang pencairan kredit dari Bank DKI tidak sesuai dengan peruntukannya (modal kerja), melainkan menggunakan uang pencairan kredit tersebut untuk melunasi hutang MTN (medium term note).

2. Babay Farid Wazdi, Direktur Kredit UMKM merangkap Direktur Keuangan Bank DKI (2019–2022), Dirut Bank Sumut (2025):

  • Pejabat pemegang kewenangan memutus kredit dan bertanggung jawab atas keputusan yang diambil terhadap suatu MAK.
  • Selaku Direksi Komite A2 (kewenangan Rp 75 miliar – Rp 150 miliar) tidak mempertimbangkan adanya kewajiban Medium Term Note Sritex pada BRI yang akan jatuh tempo.
  • Tidak Meneliti pemberian kredit Sritex sesuai norma umum perbankan dan ketentuan bank.
  • Memutus pemberian kredit Sritex dengan Fasilitas Jaminan Umum Tanpa Kebendaan meskipun Sritex tidak termasuk Kategori Debitur Prima.

3. Pramono Sigit, Direktur Teknologi Operasional Bank DKI (2015–2021):

  • Pejabat Pemegang Kewenangan memulus kredit dan bertanggung jawab atas keputusan yang diambil terhadap suatu MAK
  • Selaku Direksi Komite A2 (Kewenangan Rp75 miliar – Rp150 miliar) tidak mempertimbangkan adanya kewajiban medium Term Note Sritex pada BRI yang akan jauh tempo
  • Tidak meneliti pemberian kredit Sritex sesuai norma umum perbankan dan ketentuan bank
  • Memutus kredit Sritex dengan Fasilitas Jaminan Umum Tanpa Kebendaan meskipun Sritex tidak termasuk kategori debitur prima.

4. Yuddy Renaldi, Direktur Utama Bank BJB (2019–Maret 2025):

  • Berperan sebagai komite kredit komite pemutus yang memutuskan untuk memberikan penambahan plafon kredit kepada Sritex sebesar Rp350 miliar rupiah.
  • Memberikan penambahan plafon kredit padahal tahu dalam rapat komite kredit pengusul MAK menyampaikan kalau Sritex dalam laporan keuangannya tidak mencantumkan kredit existing sebesar Rp200 miliar, dan pada saat itu MTN Sritex akan jatuh tempo sehingga diusulkan pemberian kredit baru akan disetujui setelah PT Sritex membayar MTN yang jatuh tempo.

5. Benny Riswandi, Senior Executive Vice President Bisnis Bank BJB (2019–2023):

  • Berperan sebagai Komite Kredit Kantor Pusat IV (KK-KP IV) yang memiliki kewenangan untuk memutus nilai kredit modal Rp200 miliar
  • Tidak melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sebagai komite kredit sesuai dengan prinsip 5C (character, capacity, capital, collateral, and condition).
  • Dalam melakukan evaluasi permohonan kredit yang diajukan PT Sritex, tidak pernah melakukan evaluasi terkait keakuratan laporan keuangan yang disajikan oleh analisis kredit, divisi bisnis, dan divisi credit risk maupun pimpinan divisi korporasi dan komersial, namun hanya percaya terkait pemaparan yang disampaikan Pimpinan Divisi Korporasi dan Komersial.
  • Pemberlakuan jaminan dengan clean basis atau tanpa jaminan fisik yang semata-mata hanya didasarkan pada keyakinan bahwa Sritex telah go public selama 3 tahun dan laporan keuangan selalu baik, padahal mengetahui Sritex mengalami penurunan produksi dan penurunan ekspor serta peningkatan kewajiban karena memiliki kredit di beberapa bank sesuai yang tertera dalam SLIK OJK.

6. Supriyatno, Direktur Utama Bank Jateng (2014–2023):

  • Berperan sebagai pejabat pemegang kewenangan memutus kredit dan bertanggung jawab atas keputusan yang diambil terhadap suatu MAK.
  • Tidak membentuk Komite Kebijakan Perkreditan atau Komite Kebijakan Pembiayaan (KKP) dan Komite Pembiayaan (KK) pada Pemberian fasilitas kredit modal kerja rantai pasok (SCF) kepada Sritex.
  • Menyetujui pemberian kredit kepada Sritex padahal mengetahui kewajiban Sritex lebih besar dari aset yang dimiliki sehingga kredit tersebut berisiko
  • Menyetujui dan menandatangani usulan Memorandum Analisa Kredit yang diajukan oleh Sritex tanpa dilakukan verifikasi secara langsung terhadap kebenaran Laporan Keuangan Audited Sritex 2016 hingga 2018, melainkan hanya melakukan analisa terhadap data-data yang disajikan dalam Laporan Keuangan tersebut.
  • Tidak melakukan evaluasi terkait keakuratan laporan keuangan yang disajikan oleh analisis kredit.

7. Pujiono, Direktur Bisnis Korporasi dan Komersial Bank Jateng (2017–2020):

  • Berperan sebagai pelaku Pejabat Pemegang kewenangan memutus kredit dan bertanggung jawab atas keputusan yang diambil terhadap suatu MAK.
  • Tidak membentuk Komite Kebijakan Perkreditan atau Komite Kebijakan Pembiayaan (KKP) dan Komite Pembiayaan (KK) pada Pemberian fasilitas kredit modal kerja rantai pasok (SCF) kepada Sritex.
  • Menyetujui pemberian kredit kepada Sritex padahal mengetahui kewajiban Sritex lebih besar dari aset yang dimiliki sehingga kredit tersebut berisiko.
  • Menandatangani usulan Memorandum Analisa Kredit yang diajukan oleh Sritex tanpa dilakukan verifikasi secara langsung terhadap kebenaran Laporan Keuangan Audited PT Sritex 2016-2018, melainkan hanya melakukan analisa terhadap data-data yang disajikan dalam Laporan Keuangan tersebut.
  • Tidak melakukan evaluasi terkait keakuratan laporan keuangan yang disajikan oleh analisis Kredit.

8. Suldiarta, Kepala Divisi Bisnis Korporasi dan Komersial Bank Jateng (2018–2020):

  • Tidak memastikan terselenggaranya kegiatan operasional bank yang sesuai dengan manajemen risiko dan melaksanakan kegiatan pengelolaan manajemen risiko oleh seluruh unit kerja Bank Jateng.
  • Kajian risiko tidak ditindaklanjuti oleh Analis Kredit melalui mekanisme Trade Checking.
  • Dalam menyusun analisa kredit dibuat dengan data yang tidak diverifikasi dan diyakini kebenarannya terkait data buyer dan supplier data keuangan, sehingga analis belum melakukan perhitungan repayment capacity (kemampuan peminjam untuk memenuhi kewajiban pembayaran pinjaman, termasuk pokok dan bunga, sesuai jadwal yang telah disepakati).
  • Menandatangani usulan Memorandum Analisa Kredit yang diajukan oleh Sritex tanpa dilakukan verifikasi secara langsung terhadap kebenaran Laporan Keuangan Audited PT Sritex 2016 hingga 2018, melainkan hanya melakukan analisa terhadap data- data yang disajikan dalam Laporan Keuangan tersebut.
  • Tidak melakukan evaluasi terkait keakuratan laporan keuangan yang disajikan oleh analisis kredit.
  • Tidak menyusun analisa kredit penyediaan dana lainnya atas dasar data yang diterima dan diverifikasi serta diyakini kebenarannya.
  • Menandatangani Surat Pemberitahuan Persetujuan Limit Supply Chain Financing Sritex. DW
BPDDirut BPDkasus korupsi SritexSritex
Comments (0)
Add Comment